Sarapan Nikmat Nasi Ayam Uti Banyumanik Semarang


Berjualan di atas mobil Toyota Kijang Kapsul, Uti tampak gesit melayani pelanggan yang datang silih berganti. Sebagian besar pelanggan memilih membeli sarapan untuk dibawa pulang atau
take away. Hanya sedikit yang memilih makan di tempat.

Sudah sekitar 4 tahun Uti berjualan tempat itu, yakni di depan deretan ruko (rumah toko) jalan Sukun Banyumanik (tepatnya sebelah Timur kantor Direskrimsus Polda Jateng), Semarang. Sebelumnya, kuliner Semarang yang diberi nama Nasi Ayam Uti tersebut buka lapak di Care Free Day Simpang Lima setiap Minggu.

 



Tempatnya yang strategis (terletak di pinggir jalan), membuat pembeli lebih mudah untuk merapat ke lapak itu. Biasanya mereka hanya perlu memarkir motor atau mobil dan memesan langsung ke penjual, layaknya memesan dengan cara drive thru di restoran cepat saji.

Baca Juga: Rasa Khas Bikin Kangen Nasi Ayam Uti Banyumanik Semarang

Alasan kepindahan lapak itu salah satunya adalah lebih dekat dengan rumah.

“Kebetulan bisa jualan di sini. Karena rumah saya dekat sini [daerah Perumnas Banyumanik], jadi saya pilih jualan yang dekat saja. Selain itu, di sini bisa jualan setiap hari,” ujar Afifah Miskinem (63 tahun) atau biasa dipanggil Mbah Uti, pemilik kuliner Nasi Ayam Uti pada, Minggu, 29 Mei 2022.

Apabila pelanggan nasi ayamnya di Simpang Lima kangen dengan masakan Uti, biasanya mereka rela datang ke lapak jualan yang baru yang jaraknya sekitar 7 KM dari pusat kota Simpang Lima.

“Pelanggan lama biasanya datang pada hari Minggu. Tapi mereka harus lebih pagi, karena biasanya pelanggan baru di sini sudah lebih dulu datang. Kalau habis, mereka bisa kecewa karena sudah datang dari jauh,” kata pemilik sekaligus peracik masakan kuliner Nasi Ayam Uti tersebut. 

Mbah Uti yang berjualan ditemani dengan suaminya itu menerangkan kalau dia mulai buka sekitar jam 05.00 dan tutup atau pulang sekitar jam 8.45.

“Alhamdulillah, bisanya jam 08.30 dagangan sudah habis,” kata Mbah Uti.

Baca Juga: Kita Memang Mengabaikan Borobudur

Selain nasi ayam, kuliner tersebut juga menyediakan lontong opor, nasi gurih khas Solo, dan nasi berkat khas Wonogiri. Pada Pukul 07.00, biasanya pengunjung sudah antri dengan sabar menunggu makanannya disiapkan.




Pada hari biasa, lapak tersebut bisa laku sekitar 50 porsi. Pada Sabtu dan Minggu, kuliner Nasi Ayam Uti bisa laku hingga 70-80 porsi.

Nasi Ayam Uti Banyumanik Rasa yang Pas

Masakan Mbah Uti dalam sekejap mendapat tempat bagi masyarakat Banyumanik, Semarang atas. Banyak yang mengaku kalau rasa masakannya sangat pas di lidah mereka.

“Nasi ayam dan masakan lainnya terasa gurih. Apalagi opor dan sambal goreng pedasnya pas sehingga terasa nikmat,” ujar Banu yang hampir setiap hari beli di situ.

Baca Juga: Batik Semarang Semakin Dikenal Karena Kelas Menengah

Dia mengaku, dulu setelah merasakan nasi ayam dan lontong opor Mbah Uti, pengennya kembali lagi.

“Paling lama kalau tiga hari tidak merasakan masakan sini [Mbah Uti], saya sudah pengen ke sini lagi.” Ujar Banu sembari pulang membawa 2 bungkus nasi ayam dan 2 bungkus lontong opor.

Masalah harga juga sangat ringan di warung Mbah Uti itu. Para pegawai di ruko sekitar situ juga sering menyempatkan kuliner, sarapan dulu atau dibungkus untuk makan siang.

“Saya biasanya beli di sini untuk makan siang. Harganya rata-rata dua belas ribu rupiah, jadi masih ringan buat kami,” ujar Indah pegawai di ruko dekat lapak Mbah Uti.

Indah menyatakan porsi yang diberikan oleh Mbah Uti juga mengenyangkan. [Benhil]

Baca Juga: Nasi Kucing Semarang, HIK Solo, dan Angkringan Yogya, Serupa Tapi Beda

Surga Tropis

Tropics Paradise is a collection of writings and papers presented at, from, and to the tropics. Actually, the tropics is a place that comfortable, warm, and affluent. But the situation goes undermined by the real interests that not coming from the tropics itself, such as politics, ideology, lifestyle, and others. So for that matters, Tropical Paradise wants to restore a beautiful sense of the area.

Previous Post Next Post

Contact Form