Menunggu Letusan Gunung Agung

Jakarta, 15/10 (Benhil) - Sudah 24 hari status awas (level 4) Gunung Agung di Bali ditetapkan oleh PVMBG sejak 22 September 2017 tapi tanda-tanda letusan belum tampak meski aktivitas vulkanik masih tinggi.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat, saat ini gempa didominasi aktivitas gempa vulkanik dengan magnitudo gempa banyak di bawah dua Skala Richter. Gempa vulkanik jumlahnya belum menurun. Potensi untuk meletus tetap tinggi tetapi tidak dapat dipastikan secara pasti kapan akan meletus ataukah tidak jadi meletus.

Daerah yang harus dikosongkan tetap sama yaitu di radius sembilan kilometer dari puncak kawah dan 12 kilometer di sektor utara-timur laut dan sektor tenggara-selatan-barat daya. Ribuan warga masih mengungsi.

Untuk memberikan kemudahan akses dalam penanganan darurat maka Gubernur Bali Mangku Pastika kembali memperpanjang masa keadaan darurat penanganan pengungsi 14 hari yang berlaku 13-26 Oktober 2017.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan perpanjangan masa darurat adalah hal yang biasa. Status keadaan darurat pasti akan diperpanjang selama Gunung Agung masih status awas. Selesainya masa keadaan darurat tergantung pada ancaman bencana.

Berita Terkait Lainnya Tentang Gunung Agung Bali dan Gunung Sinabung di Sumatera

Selama PVMBG masih menetapkan status awas dan radius berbahaya yang harus dikosongkan ada penduduknya, kata dia, maka keadaan darurat pasti akan diberlakukan untuk memberikan kemudahan akses bagi pemerintah dan pemda dalam administrasi penanganan darurat.

"Sebagai perbandingan, di Gunung Sinabung di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara, status tanggap darurat bencana sudah berlaku lebih dari dua tahun sejak Gunung Sinabung statusnya Awas pada 2 Juni 2015. Setiap dua minggu Bupati Karo memperpanjang surat pernyataan tanggap darurat," kata dia.

Pengungsi di Gunung Agung sendiri masih memerlukan bantuan dan pemerintah jamin kebutuhan pangan pengunsi Gunung Agung. Tercatat pengungsi 139.199 jiwa di 389 titik pengungsian yang tersebar di sembilan kabupaten dan kota di Bali. Sebagian pengungsi kembali ke rumahnya meski sudah dilarang karena berbahaya. Alasan mereka kembali ke rumahnya karena merasa jenuh, ingin bekerja lagi dan merawat ternak dan lahan pertaniannya.

Selama di pengungsian penghasilan masyarakat menurun. Mereka ingin bekerja kembali agar dapat mencukupi kebutuhannya. Sementara itu, aparat gabungan terus melakukan sosialisasi dan imbauan kepada masyarakat agar kembali ke pengungsian. Aparat juga terus memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tidak usah takut dengan Gunung Agung. Sutopo mengatakan letusan sebuah gunung api merupakan sebuah ancaman sekaligus "berkah". Setiap masyarakat harus mengakrabi fenomena alam tersebut sehingga apabila terjadi aktivitas alam yang membahayakan manusia maka perlu diantisipasi dengan baik.

"Yang namanya gunung api pasti akan meletus dalam periode tertentu. Tapi pascaletusan memberikan berkah yang luar biasa. Lahan menjadi subur, produktivitas pertanian meningkat, melimpahnya pasir dan batu yang dapat ditambang dan lainnya. Masyarakat harus mengakrabi gunung. Hidup harmoni dengan gunung api. Saat meletus masyarakat dapat mengungsi sementara," kata dia.

Tetap Waspada Dansatgas Siaga Gunung Agung Letkol Fierman Sjahrial menjelaskan langkah-langkah yang sudah dilakukan dalam rangka penanganan siaga daurat Gunung Agung seperti mengevakuasi masyarakat yang berada di radius kawasan rawan bencana (KRB) serta mendirikan pos-pos pengamanan agar masyarakat tidak mendekati wilayah rawan bahaya.

"Personel kami terdiri atas TNI, Polri, ASN dan masyarakat. Kami menggunakan masyarakat lokal untuk memberikan unsur edukasi sehingga masyarakat tahu dan diajak berpikir bahwa itu demi keselamatan mereka. Selain itu, kami mensosialisasikan konten yang bersifat pasif seperti pamflet sehingga masyarakat bisa membaca apa saja yang dapat membahayakan mereka," kata dia.

Deputi 1 BNPB Wisnu Widjaja mengatakan tugas dan fungsi BNPB dalam siaga darurat ini adalah untuk melakukan pendampingan teknis, manajemen dan informasi dan selalu berpatokan pada informasi dari PVMBG.

"Di sini kami menganalisis risikonya, yang kita lakukan adalah mengetahui bersama bahwa status awas memiliki risiko yang sangat tinggi. Jika kondisi awas tidak ada perubahan maka pernyataan siaga darurat dapat diperpanjang dan juga sebaliknya jika ada penurunan dari vulkanologi maka siaga darurat akan dihentikan. Dengan pernyataan siaga darurat, BNPB mendapatkan kemudahan akses untuk mengerahkan sumber daya baik dari daerah maupun nasional," kata dia.

Dia mengatakan masyarakat harus bersabar dalam menghadapi ini, karena di balik bencana ada berkah yang sangat besar, seperti jika terjadi erupsi, material yang dikeluarkan berupa pasir dapat dijual dan menjadi pendapatan bagi masyarakat dan pemerintah daerah.

"Jika kita melihat pengalaman dari erupsi Gunung Merapi masyarakat Yogyakarta dan Jawa Tengah dapat memanfaatkan pasir sebagai penghasilan untuk hidup bahkan berlebih," kata dia.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Niken Widiastuti mengatakan bahwa Kementerian Kominfo mendukung siaga darurat dalam memberikan informasi-informasi, sosialisasi dan "trauma healing" kepada masyarakat.

"Pertama Informasi yang kami sampaikan tentu informasi yang valid mengenai Gunung Agung, rekomendasi apa saja yang dapat dilakukan dan yang kedua adalah sosialisasi mengedukasi kepada masyarakat bagaimana mendapatkan informasi yang akurat, terpercaya dari sumber-sumber pemerintah karena banyak informasi yang mengandung 'hoax' yang menyesatkan dan yang ketiga adalah membuat infografis yang diviralkan ke media-media cetak elektronik maupun media sosial sehingga dapat diakses masyarakat luas," katanya.

Teknologi bencana Tidak adanya peralatan di puncak kawah mengakibatkan tidak dapat diketahui kondisi visual secara terus-menerus. Sementara itu di puncak kawah berbahaya dan tidak boleh ada aktivitas masyarakat. Oleh karena untuk melakukan pemantauan puncak kawah dan lingkungan sekitar Gunung Agung, BNPB bersama PVMBG menerbangkan drone atau pesawat tanpa awak.

Secara visual belum terlihat tanda-tanda letusan Gunung Agung. Kepala BNPB Willem Rampangilei memprakarsai penggunaan pesawat tanpa awak (drone) untuk memantau kawah Gunung Agung.

"Kita harus kerahkan drone yang memiliki spesifikasi khusus terbang tinggi yang mampu mendokumentasikan semua fenomena di kawah. Tanpa drone kita tidak tahu apa yang terjadi. Citra satelit tidak dapat setiap saat memantau perkembangan kawah. Oleh karena itu, drone menjadi pilihan yang terbaik. Aman, efektif dan 'update'," kata Willem.

BNPB, kata dia, mengerahkan lima unit drone dengan spesifikasi berbeda terdiri dari tiga unit drone fixed wing yaitu Koax 3:0, Tawon 1.8 dan Mavic. Sedangkan dua unit drone jenis rotary wing adalah multi rotor M600 dan Dji Phantom.

Menurut dia, Gunung Agung memiliki tinggi sekitar 10.400 kaki maka diperlukan drone yang memiliki kemampuan terbang tinggi. Tidak banyak drone yang memiliki kemampuan terbang tinggi. Drone Koax 3:0 dan Tawon 1.8 memiliki kemampuan terbang hingga 13 ribu kaki. Mesin menggunakan baham bakar ethanol agar dapat terbang tinggi.

Sementara itu, dia mengatakan drone rotary wing digunakan karena mampu terbang di ketinggian 500 meter untuk memetakan permukiman dan alur-alur sungai. Untuk mendukung semua itu digunakan "Ground Control Station" yang mobile.

Willem mengatakan penggunaan drone untuk penanggulangan bencana sendiri bukanlah hal yang baru. Untuk kebutuhan kaji cepat yang efektif, drone sangat bermanfaat. Keluwesan terbang drone, baik vertikal maupun horizontal dalam jangkauan tertentu, serta kemampuan mengambil gambar dari ketinggian tertentu, drone telah menawarkan gambar atau "landscape" berbeda dalam melihat peristiwa bencana. Beberapa kali BNPB bersama Lapan, BIG, BPPT, TNI, Basarnas, BPBD dan relawan menerbangkan drone untuk penanganan bencana seperti dalam penanganan letusan Gunung Sinabung, Gunung Kelud, banjir Jakarta, longsor Ponorogo, longsor Banjarnegara dan lainnya. Sebuah studi yang dilakukan Palang Merah Amerika menyebutkan bahwa drone adalah salah satu teknologi baru yang paling menjanjikan dan ampuh untuk meningkatkan respon bencana. (Ben/An)


Previous Post Next Post

Contact Form