Tokek Jatnai, Reptil Endemik Pulau Dewata Bali

Gambar Tokek


Pada 22 Mei 2020 lalu pengelola Taman Nasional Bali Barat TNBB bersama dengan sejumlah peneliti lingkungan hidup mengumumkan ditemukannya spesies baru dari reptil jenis Gecko cyrtodactylus atau lebih dikenal sebagai tokek (Tokek jatnai).

Pengumuman penemuan hewan endemik baru di Pulau Bali itu bertepatan dengan International Day for Biological Diversity atau Hari Keanekaragaman Hayati Dunia.

Penemuan spesies baru tokek ini telah dimuat pada jurnal lingkungan, Taprobanica edisi Mei 2020.

Dikutip dari Indonesia.go.id, para peneliti tersebut adalah AA Thasun Amarasinghe dari Research Center for Climate Change, Universitas Indonesia (RCCC UI), Awal Riyanto (Museum Zoologicum Bogoriense/MZB), Mumpuni (Museum Zoologicum Bogoriense/MZB), dan Lee L Grismer (Universitas La Sierra, California, Amerika Serikat).

Spesies endemik baru Tokek Bali ini oleh peneliti diberi nama Cyrtodactylus jatnai. 

Penamaannya Tokek Jatnai diberikan sebagai penghargaan kepada ahli konservasi, Jatna Supriatna.

Profesor ekologi dan primatologi dari Universitas Indonesia kelahiran Bali ini dinilai telah memberi kontribusi yang luar biasa bagi konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia.

Di kalangan pegiat lingkungan hidup, Profesor Jatna dijuluki sebagai Pendekar Konservasi Indonesia karena kegigihannya dalam mengenalkan etika melakukan konservasi kepada para mahasiswanya dan masyarakat umum.

Menurut Amarasinghe, sejak seratus tahun yang lalu, spesies tersebut dikenal sebagai Cyrtodactylus fumosus.

Namun berdasarkan pemeriksaan mendetail, ditemukan bahwa Cyrtodactylus dari Bali, setidaknya adalah satu spesies yang berbeda bukan seperti tokek rumah yang telah dikenal lama di berbagai daerah di nusantara.

Tokek Jatnai Berbeda dengan Tokek Rumah

Secara morfologi dan contoh dari beberapa daerah biogeografi lainnya menunjukkan kemiripan dengan Cyrtodactylus seribuatensis dari Pulau Seribuat di Malaysia bagian barat yang ditemukan pada 2006. Tetapi ada ciri morfologi yang membedakan, yaitu pada bagian sisiknya.

Kepala Balai TNBB Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Ngurah Krisna menyampaikan bahwa penemuan ini merupakan hasil penelitian dalam rangka kerja sama antara Balai TNBB dengan Pusat Riset Perubahan Iklim Universitas Indonesia (RCCC UI).

Penelitian tersebut mengenai Pelaksanaan Demonstrasi Proyek The Rainsforest Standard Protected Area Credit di Kawasan TNBB selama setahun, 2015-2016.

Agus menyebutkan, masih terdapat kemungkinan bertambahnya spesies baru dari hasil kegiatan penelitian ini.

"Beberapa jenis herpetofauna masih unidentified dan sedang dalam penelitian mendetail oleh Tim Peneliti RCCC UI dan MZB," ujarnya.

Temuan spesies baru Tokek Jatnai, tentunya menambah keanekaragaman hayati kawasan TNBB di mana sebelumnya tercatat terdapat 18 jenis mamalia, 205 jenis burung, 13 jenis reptil, 10 jenis amfibi, 67 jenis kupu-kupu, dan lebih dari 120 jenis ikan.

Hal ini juga didukung oleh keberadaan ekosistem yang cukup lengkap mulai dari ekosistem hutan hujan dataran rendah dengan 72 jenis pohon, ekosistem hutan musim dengan 66 jenis pohon, ekosistem sabana dengan 55 jenis pohon, ekosistem mangrove dengan 18 jenis pohon, ekosistem hutan pantai, dan ekosistem terumbu karang.

Pengelolaan kawasan konservasi bisa dilakukan melalui strategi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati dan pemanfaatan potensi keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.

Adapula sinergitas dan dukungan dari masyarakat, lembaga adat, perguruan tinggi dan para pihak lainnya.

Semua itu menjadi kekuatan bagi pengelola kawasan untuk menjaga kelestarian tumbuhan dan satwa liar di kawasan TNBB. [Benhil News]

Previous Post Next Post

Contact Form