Fatwa Wisata Halal Ulama Aceh, Bagaimana Pendapat Turis Manca?

Pariwisata Pantai

Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh mengeluarkan fatwa mengenai wisata halal sebagaimana sesuai perspektif syariat Islam. Ternyata jauh sebelum itu turis mancanegara sudah punya pendapat tentang hal itu.


Pada fatwa MPU tersebut juga mengatur bahwa turis atau wisatawan yang berkunjung ke Provinsi berjuluk Serambi Mekkah tersebut diimbau mengikuti aturan sesuai syariat Islam.


"Kita berharap, melalui fatwa ini, ada implementasi lebih lanjut dari pihak terkait sehingga seluruh hal yang terkait pengembangan wisata itu semuanya harus halal," kata Ketua MPU Aceh Teungku Faisal Ali kepada awak media, pada Kamis, 21 Juli 2022.

Baca Juga: Ganjar Santap Bebek Minggat Brebes, Netizen Tawari Sate

Fatwa tersebut disahkan pada sidang paripurna V tahun 2022 yang digelar di aula MPU Aceh, Rabu, 20 Juli 2022. Salah satu poin yang terdapat dalam fatwa itu adalah tentang maksud wisata halal.


Fatwa tersebut juga menjelaskan tentang definisi wisata halal, yaitu wisata yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam yang mencakup wisatawan, objek, dan pelaku usaha. Oleh karena itu, turis yang mengunjungi wisata halal diharapkan mengikuti aturan-aturan yang berada di suatu daerah dan aturan syariat Islam.


Teungku Faisal menjelaskan latar belakang fatwa itu dikeluarkan karena saat ini wacana wisata halal sudah mulai berkembang dan diterapkan di berbagai belahan dunia, termasuk Aceh. Namun Dia berpendapat kalau pelaksanaan wisata halal di Aceh belum sesuai dengan prinsip syariat Islam secara maksimal.


Beberapa hal yang dianggap kurang dari ulama di sana di antaranya adalah belum adanya tulisan waktu salat, tidak semua tempat wisata punya musala, dan Kurangnya toilet.


Pendapat Turis Mancanegara

Tujuan para ulama Aceh tentang ide wisata halal dan mengajak turis mengikuti aturan tersebut memang bagus, namun pariwisata adalah sebuah usaha industri yang berpegang pada prinsip permintaan (demand) dan pasokan (supply).

Baca Juga: Batik, Antara Mistis dan Simbol Perjuangan Rakyat Kecil

Sebagai pelaku pasar, tuan rumah perlu memasok keinginan dari wisatawan pada umumnya. Bukan sebaliknya, wisatawan harus mengikuti keinginan dari tuan rumah. Kalau dirasa tuan rumah tidak memberi kenyamanan, mereka bisa dengan mudah berwisata ke tempat lain.


Sebagai sebuah industri, setiap wilayah dan negara berlomba-lomba memberikan pelayanan maksimal agar turis datang ke tempat mereka. Bukan malah turis harus mengikuti aturan mereka.


Saya pernah berbincang dengan 2 turis dari Australia dan Inggris pada tahun 2007, jadi sudah cukup lama ide tentang wisata halal itu muncul (tapi bukan di Indonesia). Salah satu dari mereka telah berkunjung ke Brunei Darussalam yang merupakan negara yang ketat melaksanakan syariat agama.


"Bagaimana menurutmu tentang Brunei, dude?" Tanya si Inggris.


"Mate, saya yakin kamu tidak akan suka kesana," Jawab Si Australia.


"Kenapa?"


"Di sana tidak ada bar, tidak ada tempat untuk hang out, tidak ada keceriaan di pantai yang punya aturan ketat, tidak ada kehidupan malam yang penuh gairah dan semangat, serta banyak hal yang membuat kita tidak akan betah berlama-lama," terang turis dari Melbourne itu.


"Sounds so Boring to me," sambut turis dari Inggris.


Tentu saja pihak Brunei tidak perlu khawatir dengan promosi yang kurang terhadap pariwisatanya karena ekonomi mereka bertumpu pada minyak bumi.

Baca Juga: Gelar Wayang Kulit Sukses Setiap Kelurahan di Kecamatan Banyumanik Semarang

Pernah juga serombongan wisatawan Filipina yang baru turun dari kapal di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang berwisata ke pusat kota. Setelah jenuh berbulan-bulan bekerja keras di lambung kapal mereka ingin refreshing di darat.


Tujuan utama tentu saja kehidupan malam yang hinggar binggar. Setelah puas berjoget, satu demi satu dari mereka mulai menggandeng perempuan.


"Saya suka orang Indonesia yang ramah," ucap salah satu turis itu setengah mabuk.


Apakah turis Filipina itu bisa menghabiskan uangnya untuk bersenang-senang seperti itu di daerah yang menerapkan wisata halal? Tentu saja tidak. 


Fatwa wisata halal dari MPU Aceh juga banyak mendapat komentar di media sosial. Salah satu komentar menyebut kalau wisata yang menyasar turis dari Timur Tengah (yang mayoritas muslim) juga tidak bakal efektif untuk diterapkan di negara ini karena di Kawasan Timur Tengah sendiri juga sudah merupakan daerah wisata halal.


Jadi, sekali lagi, sebagai tuan rumah pariwisata perlu melayani segala sesuatu sesuai dengan Keinginan wisatawan, bukan mengatur wisatawan sesuai keinginan tuan rumah. Kalau tidak, daerah wisata lain yang akan melayani turis dengan lebih baik. [Benhil]

Baca Juga: Pandangan Budaya Barat pada Batik

Surga Tropis

Tropics Paradise is a collection of writings and papers presented at, from, and to the tropics. Actually, the tropics is a place that comfortable, warm, and affluent. But the situation goes undermined by the real interests that not coming from the tropics itself, such as politics, ideology, lifestyle, and others. So for that matters, Tropical Paradise wants to restore a beautiful sense of the area.

Previous Post Next Post

Contact Form