Kegiatan ajang balap Formula E Jakarta telah selesai diselenggarakan pada Sabtu, 4 Juni 2022. Acara tersebut bisa dikatakan lumayan sukses dan lancar tanpa ada kendala yang berarti.
Kalau
ada sedikit permasalahan teknis itu wajar karena perhelatan internasional itu
baru pertama diselenggarakan. Lancarnya penyelenggaraan ajang balap mobil
listrik itu cukup melegakan, mengingat sedari awal perencanaan, acara ini sudah
penuh dengan kontroversi yang menyesakkan.
Berikut
ini carut marut balap Formula E sedari awal hingga penyelenggaraan yang
dikumpulkan dari berbagai sumber, yaitu:
1.
Anggaran turun drastis saat dialihkan ke swasta Pada September 2021 dari Rp 1,3
triliun menjadi Rp 150 miliar.
2.
Formula E Jakarta harus bayar mahal, sedangkan negara lain (di New York, AS dan
Roma, Italia) bisa gratis. Kalaupun bayar (seperti di Montreal, Canada)
nilainya tidak sebesar itu.
3.
Setelah terlanjur menebang 200 pohon dan membangun jalan aspal di Monas,
penyelenggaraan dipindah di Ancol.
3.
DPRD sempat menunggu bukti pembayaran commitment
fee Formula E yang seharusnya bisa digunakan untuk penanganan Pandemi Covid
19 di Jakarta
4.
Banyak kejanggalan, tetapi hanya dua fraksi DPRD yang ingin interpelasi, yakni
PSI dan PDI-P.
5.
KPK mulai turun tangan selidiki dugaan korupsi di ajang Formula E pada November
2021.
6.
Sirkuit di Ancol dibangun hanya dalam waktu 54 hari atau hampir 2 bulan dan
menjadi pembangunan sirkuit tercepat di dunia. Waktu sesingkat itu tidak bisa
menjamin keselamatan pengunjung. Terbukti atap tribun roboh beberapa hari
sebelum penyelenggaraan.
7.
Pembangunan sirkuit menghabiskan biaya Rp 150 miliar yang sumbernya dari PT
Jakpro.
Sebenarnya
masih ada beberapa kontroversi dari ajang tersebut. Namun 7 hal di atas telah
mewakili dari yang lain.
Perlu
diketahui, hingga artikel ini ditulis, keuntungan dari ajang balap Formula E
belum diketahui dan masih dihitung. Lima hari setelah hari H dan mereka bilang
masih menghitung keuntungannya. Bukankah di jaman teknologi modern ini semua
bisa muncul secara daring.
Sebelumnya,
pihak penyelenggara optimis perhelatan ini bakal meraup uang sampai Rp 2,5
triliun.
Bertepuk Dada
Sebenarnya
bukan hanya kacaunya penyelenggaraan yang membuat balap di Jakarta ini sulit
mendapat dukungan. Ajang ini berpotensi untuk dijadikan branding atau promo bagi salah satu kandidat presiden saat maju
Pilpres (pemilihan presiden) 2024.
Hal
itu memang mudah ditebak karena sedari awal event tersebut seperti dipaksakan
dan sangat ambisius, mengingat uang yang digelontorkan tidak main-main. Setelah
sebelumnya mengubek-ubek APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah) untuk
uang bernilai fantastis yang disetorkan ke pihak panitia, kemudian secara
tiba-tiba ada pihak swasta (PT. Jakpro) yang datang bagai dewa penolong.
Rakyat
hanya bisa menelan ludah mengikuti berita uang ratusan miliar
dihambur-hamburkan untuk ajang itu. Apalagi pada saat itu, seluruh negara di
dunia sedang berjuang melawan Pandemi Covid 19 dengan segala upaya, baik tenaga
atau biaya.
Kurangnya
dukungan itu juga bukan karena masalah sakit hati akibat jagoannya (Ahok alias
Basuki Tjahaya Purnama) kalah di Pilkada (pemilihan kepala daerah) 2017. Ini
murni karena melihat hasil kerja gubernur Jakarta terpilih 2017, Anies Baswedan yang sangat tidak memuaskan,
seperti contohnya kegagalan program ekonomi Oke Oce, rumah DP 0 persen yang
tidak berlanjut, pelebaran trotoar di Cikini yang justru bikin macet,
normalisasi sungai yang terbengkalai sehingga menyebabkan banjir parah, dan
masih banyak lagi.
Dengan berbagai kegagalan tersebut seharusnya dia memperbaiki kinerjanya dulu. Bukan malah membuat proyek yang lebih mahal.
Ibarat
anak kecil yang tidak bisa mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik, malah minta
hadiah mahal. Hadiah mahal itu adalah proyek mahal atau berbiaya besar bernama balap Formula E.
Saat
semuanya sudah serba nanggung, jika balapan dilanjutkan biayanya akan sangat
besar, jika dihentikan jadi sayang dengan uang yang sudah disetorkan dan
lintasan yang sudah dibuat, akhirnya semua pihak mau tidak mau ikut serta
mendukung balap tersebut.
Kenyataannya,
seandainya ajang Formula E di Jakarta itu gagal, bangsa Indonesia yang menanggung
malu. Dan yang menyakitkan, jika ajang ini berhasil, ada yang bertepuk dada dan
menjadikannya sebagai fortofolio di pilpres 2024.
Namun,
kita semua perlu ikhlas cuntuk mendukung ajang apa saja yang merepresentasikan
bangsa Indonesia. Apabila ada pihak yang mau mengambil keuntungan dari itu
semua, kita hanya perlu yakin pada ungkapan klasik, rejeki tidak bakal
tertukar. [Benhil]
Baca Juga: Jika Hidup Tidak Berpihak, Bukan Kiamat