Jika Hidup Tidak Berpihak, Bukan Kiamat


Seorang teman, sebut saja Medi selalu mengeluh tentang minimnya gaji pekerjaannya sebagai tukang parkir di sebuah rumah sakit. Ditambah lagi dengan anaknya yang butuh biaya untuk masuk ke SMP (sekolah menengah pertama), padahal anaknya yang umur 5 tahun akan masuk TK (taman kanak-kanak). Sedangkan anak yang nomer 2 juga butuh biaya untuk study tour.

 

Ada juga tetangga yang punya pembantu berusia 65 tahun yang biasa dipanggil Mbah Nah. Si pembantu punya anak 6 orang yang hampir semua keadaannya sama dengan dia, tidak mampu. Mbah Nah yang tidak tahu sampai kapan akan bekerja itu tinggal di rumah kontrakan bersama suami yang sakit-sakitan. Dia harus bekerja dari jam 6 pagi sampai jam 5 sore, sedangkan orang-orang sebayanya sudah beristirahat di rumah menikmati hari tua.

 

Orang seperti Medi dan Mbah Nah sebenarnya sangat banyak di sekitar, hanya saja tidak terlalu kita perhatikan. Kemiskinan yang dialami mereka berdua adalah karena miskin pikiran.

 

Mereka berdua merasa hidup tidak berpihak pada mereka sehingga hidup mereka menjadi sengsara.

 

Beda yang dialami Narto, seorang urban bermodal ijazah SMA dari Wonogiri, Jawa Tengah. Dia bekerja di Jakarta sebagai helper di sebuah restoran kelas menengah. Saat ojek online (ojol) mulai ramai, Narto bergabung setelah sebelumnya membeli motor dengan cara mencicil. Dia berusaha melamar pekerjaan yang lebih baik dan berhasil menjadi staff admin di perusahaan pelayaran. Jumlah gajinya setiap bulan sebagai staff dan kerja sambilan ojol bisa mencapai Rp 8 juta. Pendapatan sebesar itu lebih dari cukup untuk makan, sewa kamar kos, mengirim uang untuk orang tua di kampung, dan membeli rumah di pinggiran Jakarta dengan cara KPR (kredit pemilikan rumah).

 

Baca Juga: Kontroversi Kedatangan Miyabi dan Nasibnya Kini


Narto memang mulanya miskin secara keadaan, tapi dia berjuang sebisa mungkin agar bisa lepas dari keadaannya. Dia yakin berhasil karena bisa memanfaatkan peluang dengan sebaik-baiknya.

 

Miskin keadaan dan miskin pikiran sangat berbeda. Banyak orang mengalami miskin keadaan tapi berhasil lepas dari himpitan hidup. Namun tidak sedikit orang yang miskin pikiran dan alih-alih, mencari jalan keluar untuk lepas dari kemiskinan, mereka malah menambah besar kubangan kemiskinan.

 

Menambah kubangan kemiskinan dalam hal ini adalah dengan sengaja melakukan semakin banyak hal yang membutuhkan biaya, seperti keluar kerja atau menganggur, menambah istri, menambah anak, dan lain-lain.

 

Lho, menambah anak kan sudah takdir, bukan penyebab kemiskinan. Boleh-boleh saja Anda percaya dengan ungkapan itu, tapi bagi saya, setiap orang yang memutuskan untuk memiliki anak harusnya sudah bisa menghitung biaya yang perlu dikeluarkan setelah si anak lahir. Jangan berpikiran anak sudah membawa rejeki nantinya. Itu sama saja dengan gambling atau mengharapkan ketidakpastian.

 

Faktanya, anak yang dilahirkan dari orang tua yang mapan secara ekonomi jauh lebih bahagia daripada anak yang dilahirkan dari keluarga yang kekurangan.

 

Hidup Tidak Selalu Berpihak

Hidup ini memang sangat rapuh dan sering berubah. Segala yang kita miliki suatu saat bisa hilang dengan seketika, termasuk dengan kehidupan yang kita miliki.

 

Harta benda yang kita kumpulkan sedikit demi sedikit bisa saja hilang seketika karena banyak hal, seperti bencana alam, musibah, penyakit, peperangan, dan lain-lain. Semua kejadian itu tidak bisa diprediksi sebelumnya.

 

Namun selama kita memiliki semangat untuk memenuhi kehidupan dan mencapai hidup yang layak, maka nasib akan berpihak pada kita. Ingatkah Anda pada ungkapan, pemenang sejati bukanlah mereka yang selalu mencapai kemenangan, melainkan mereka yang pernah gagal dan selalu berusaha bangkit kembali.

 

Jadi, jika ada orang bernasib seperti Medi atau Mbah Nah, mereka tidak perlu berkecil hati dan menganggap kiamat telah terjadi bagi hidup mereka. Tetaplah fokus untuk mencari kesempatan dan penghidupan. Niscaya hidupnya akan menjadi semakin mudah seperti Narto. [Benhil]


Baca Juga: Setiap Orang Bisa Hidup Layak

Surga Tropis

Tropics Paradise is a collection of writings and papers presented at, from, and to the tropics. Actually, the tropics is a place that comfortable, warm, and affluent. But the situation goes undermined by the real interests that not coming from the tropics itself, such as politics, ideology, lifestyle, and others. So for that matters, Tropical Paradise wants to restore a beautiful sense of the area.

Previous Post Next Post

Contact Form