Surat Terbuka untuk PGI (Persekutuan Gereja-gereja) di Indonesia

KPK

Sadiki Inga Ulang
Korupsi merupakan tindakan seseorang dan kelompok yang menguntungkan serta memperkaya diri sendiri, keluarga, dan juga dan orang-orang dekat. Tindakan itu, dilakukan (secara sendiri dan kelompok) melalui pengelapan dan penyelewengan; manipulasi data keuangan, data jual-beli, dan lain-lain.

Korupsi bisa dilakukan oleh siapa pun, pada semua bidang pekerjaan, kedudukan, jabatan; pada tataran institusi atau lembaga pemerintah, swasta, maupun organisasi keagamaan.

Nah, sisi positifnya, itu tadi, memperkaya diri sendiri, keluarga dan kelompok. Jadi, jika ingin disebut pahlawan (dalam) kelompok,  keluarga, parpol, dan mau disebut orang yang baik hati, suka membantu, menolong, amal, dan seterusnya, maka korupsi lah anda.

Toh hasil korupsi (dan banyak uang) bisa menjadikan anda sampai ke/menjadi anggota parlemen, pengurus partai, orang terkenal, dan seterusnya.


KPK Sang Super Body

Manisnya serta Kenikmatan Uang Hasil Korupsi itulah yang menjadikan banyak orang menjadi Koruptor. Mereka ada di mana-mana, pada semua profesi, serta mungkin saja, setiap hari bersama anda. Semoga di PGI (dan lembaga afiliasi, tak ada korupsi dan koruptor, Amin 12 kali).

Begitu TSM korupsi di NKRI, maka sejak tahun 50an, Negara tercinta ini telah berjuang melawan  korupsi (dan menewaskan Koruptor). Banyak cara dan institusi dibentuk, namun tak membawa hasil yang signifikan.

Dan, yang paling anyar adalah KPK. KPK pun tumbuh menjadi Lembaga Superbody yang berwibawa dan menakutkan. KPK pun memiliki rangkap fungsi (i) edukasi publik agar stop korupsi, (ii) menangkap koruptor (iii) bersihkan korupsi dari NKRI.

Amputasi di KPK

Namun dirundung malang dan kemalangan. Dan ini menambah keprihatinan banyak orang, termasuk saya. Bayangkan saja, di KPK, terjadi (i) bukti perkara yang (sengaja di) hilang atau tercuri, (ii) penyidik yang memeras atau sekaligus pemeras, (iii) ratusan karyawan yang miskin integritas terhadap Bangsa dan Negara, (iv) sejumlah besar yang minim Wawasan Kebangsaan, (v) and masih banyak yang lainnya.

Pada sikon seperti itu (di atas), terlalu naif jika saya ikut dan ikutan berseru agar membubarkan KPK. Karena, tak mungkin 'membunuh tikus dengan cara membakar lumbung padi serta gandum.'

Membiarkan KPK menuju keterpurukan, itu tak mungkin; membiarkan KPK dengan minim harapan rakyat (agar mampu berantas korupsi), juga tak mungkin.

Satu-satunya langkah raksasa adalah pembebanan besar-besaran di/dalam Tubuh KPK; dilakukan oleh KPK (intern) dan intervensi kekuatan politik dari DPR serta Presiden (ekstern).

Dengan itu, KPK, DPR, Presiden harus berani amputasi anggota Tubuh KPK yang sudah rusak, membusuk, dan membusuk. Dalam arti mengganti semua personil KPK yang terbukti melakukan pelanggaran hukum, tanpa intergritas, dan tanpa wawasan kebangsaan. Amputasi tersebut, pasti, menyelamatkan Tubuh KPK dari kehancuran yang parah.

Mereka Meraung-raung

Hasil Diagnosa (Intern) di KPK sudah tepat; jalan tobat, mereka tak sudi; jadi,  eksekusi harus dilakukan; amputasi pun terjadi.

Mungkin saja, mereka yang telah diamputasi itu, berpikir bahwa "Akan Aman-aman Saja, Walau miskin dan minim Intergritas serta Wawasan Kebangsaan." Salah; mereka salah pikir dan berpikir tak benar. Amputasi tiada ampun dan melenyapkan over PD mereka.

75 potongan anggota tubuh KPK (yang busuk) dan telah diamputasi itu pun meraung-raung tanpa dara; rencana dan cita-cita besar mereka pun sirna serta lenyap, lunglai, dan tak berdaya.

Dalam sikon itu, mereka pun melakukan road show cari dukungan ke segala arah. Sayangnya, yang didapat adalah, cibiran dari teman-teman (terutama yang idiologi sejenis), lawan bertepuk tangan, serta publik membully. Sakit dan Menyakitkan.

Lucu. Mereka tak kehilangan akal. 75 anggota tubuh yang telah diamputasi itu datang ke Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia; kok tak punya malu ya.

Tak punya malu karena pada Tes Wawasan Kebangsaan, misalnya, (i) menolak adanya Gereja di Lingkungan mereka, (ii) menolak pilar-pilar persatuan Berbangsa dan Bernegara, (iii) bersikap dan bersifat intoleran dan rasisme, (iv) dan lain sebagainya. Sungguh Tak Tahu Malu.

Tambah Sangat Lucu Lagi. Setelah 75 orang yang diamputasi itu ngopi bareng Ketua PGI, Gomar Gultom, Sang Ketum, menyatakan bahwa,

"Kita sangat prihatin dengan upaya-upaya pelemahan KPK yang terjadi selama ini, terutama yang memuncak dengan pelabelan intoleran dan radikalisme atas 75 pegawai KPK melalui mekanisme tes wawasan kebangsaan.

Dengan disingkirkannya mereka yang selama ini memiliki kinerja baik serta memiliki integritas kuat dengan alasan tidak lulus TWK, dikhawatirkan akan membuat para penyidik berpikir ulang untuk melaksanakan tugasnya dengan profesional seturut dengan kode etik KPK di masa depan karena khawatir mereka di-TWK-kan dengan label radikal."

Duh, duh, duh, Segitunya tanggapan PGI; segitunya tanggapan sahabatku, Gumor Gultom. Tak apalah. Beta aminkan saja, walau menjengkelkan.

Mari Sejenak Refleksi

Note; Beta tak buat Refleksi Teologis; karena Beta, Gumor, Jacky dari Satu Sekolah, Satu Suhu, Satu Ilmu and juga Sesama Bajaj Dilarang Saling Nabrak.

Jadi ingat

Soerjono Soekanto, Sang Sosiolog Hukum terkemuka, berkata bahwa, "Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun di dalam kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah demikian."

Lawrence M. Friedman, "Berhasil atau tidaknya Penegakan hukum bergantung pada Substansi Hukum (legal substance), Struktur Hukum/Pranata Hukum (legal structure), dan Budaya Hukum (legal culture)."

Bertalian dengan proses penegakan hukum (law enforcement), khususnya penegakan hukum tindak pidana korupsi. Beragam upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia nyatanya belum sepenuhnya efektif dan membuahkan hasil memuaskan.

Dengan banyaknya peraturan yang mengatur mengenai tindak pidana korupsi ternyata tidak menjamin berkurangnya perkara korupsi di negeri ini. Bahkan tragisnya, Komisi Pemberantasan Korupsi, yang merupakan salah satu lembaga yang memiliki tupoksi memberantas korupsi, seakan dibuat tidak berdaya menghadapi tekanan dari beberapa pihak.

Sehingga Tes Wawasan Kebangsaan itu dilakukan terhadap anggota tubuh KPK; agar menemukan orang-orang yang sebetulnya main-main dengan memberantas korupsi serta tebang pilih kasus, sambil melindungi teman-teman se-idiologinya. Mereka inilah inkonsisten dan tidak demi kepentinganya sendiri maupun golongannya.

Jika KPK tidak melakukan amputasi, maka ada peluang bahwa orang-orang yang diamputasi tersebut (i) melumpuhkan kapasitas dan merusak kredibilitas sumber daya manusia di KPK, (ii) menghancurkan eksistensi kelembagaan KPK, (iii)  menyabotase program pemberantasan korupsi, (iv) tebang pilih kasus

Sahabat-sahabatku di Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, (Terutama untuk Dua Teman Se Almamater di Kampus Gumul dan Juang, Gomar dan Jacky, Sorry Beta Sebut Nama).

Sekali lagi, Jadi ingat sekian tahun yang lalu para pendahu PGI melahir narasi-narasi indah dalam rangka keutuhan ciptaan (coba bongkar arsip-arsip tua).

Narasi-narasi Indah itu, beta ringkas menjadi  "Pemberitaan Menghasilkan Keteraturan Ciptaan yang Memuliakan TUHAN Allah.'

Berdasarkan tugas-tugas gereja, pemberitaan (kerugma) atau pelayanan dan kesaksian Gereja-gereja harus menunjukkan koinonia, marturia, dan diakonia, (dan varian-variannya).

Kerugma dengan aneka dimensi itu, harus mampu membawa atau memberikan perubahan pada sasaran pemberitaan, yaitu umat manusia. Artinya, pelayanan dan kesaksian Gereja-gereja harus berdampak pada perubahan pada seseorang. Ia harus berubah secara utuh, misalnya jasmani dan rohani, perilaku hidup dan kehidupan, kualitas intelektual, pandangan maupun pola pikirnya, termasuk cara berinteraksi dengan sesama manusia dan lingkungan.

Gereja tidak bisa membatasi diri dengan hanya menjalankan salah satu tugas, sambil melupakan yang lain. Semua tugas tersebut dijalankan secara simultan, dalam rangka mencapai atau menciptakan Keteraturan ciptaan yang Memuliakan TUHAN Allah.

Pelayanan dan kesaksian yang mendatangakan keteraturan di masyarakat serta lingkungan hidup dan kehidupanya. Karena keteraturan itu, mereka [manusia dan alam] sama-sama memuliakan TUHAN Allah.

Ini berarti, bukan hanya warga Gereja yang mampu memuliakan TUHAN Allah; namun ciptaan lain pun bisa melakukan yang sama.

Misalnya, jika, semua benda-benda di alam semesta bisa mengeluarkan suara, maka hasil pelayanan dan kesaksian gereja menjadikan mereka memuliakan TUHAN Allah; jika, flora di taman, kebun, sawah, ladang serta hutan bisa mengeluarkan suara, maka pelayanan dan kesaksian gereja menjadikan mereka memuliakan TUHAN Allah; demikian juga, jika semua suara dan bahasa fauna dimengerti manusia, maka karena adanya pelayanan dan kesaksian gereja, maka suara mereka akan terdengar;  suara yang memuliakan TUHAN Allah.

Nah. Bagaimana Mungkin PGI ikut menciptakan Keteraturan Ciptaan, utamanya di/pada Bangsa, Negara, dan Rakyat Indonesia, jika 'mendukung dan membela anggota tubuh (yang busuk) yang telah amputasi KPK?

Sahabat-sahabatku di Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, (Terutama untuk Dua Teman Se Almamater di Kampus Gumul dan Juang, Gomar dan Jacky, Sorry Beta Sebut Nama).

Asal tahu saja, pasti tahu lah; daging busuk itu harus dibuang; tak enak untuk dibuat sate atau pun dendeng. So, lebeh bae, buang itu 75 orang daripada seluruh KPK rusak binasa.

Cukuplah
Di tempat pengadilan, di situ terdapat ketidakadilan
Di tempat keadilan, di situ terdapat ketidakadilan.

(Pengkhotbah 3, 16)
Di tempat Bersihkan Korupsi, di situ terdapat  Korupsi
Di tempat Anti Koruptor, di situ terdapat Koruptor

(Opa Jappy)
Salam Kompak dari Jauh
Dunia Lain, 29 Mei 2021

Jappy M Pellokila
(Lebih dikenal sebagai Opa/Opung Jappy)
WA +62 81 81 21 642

Previous Post Next Post

Contact Form