Pakar Komunikasi: Pilih Pemimpin dengan Kecerdasan Emosional, Intelektual, dan Spiritual Teruji

Emrus Sihombing

Untuk memilih seorang pemimpin, tak cukup dengan melihat kecerdasan intelektual (intelligent quotient, IQ), tapi harus juga mempertimbangkan kecerdasan emosional (emotional quotient, EQ), serta kecerdasan spiritual (spiritual quotient, SQ).

Pernyataan itu disampaikan pakar komunikasi Emrus Sihombing dalam diskusi media bertema ‘Buka-Bukaan Data Debat Prof Mahfud Tentang Hilirisasi dan Tambang’ di Media Center Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Cemara, Jakarta, 23 Januari 2024. 

Dipandu Mirza Ahmad, Emrus hadir bersama tiga narasumber lain yakni anggota Dewan Pakar TPN Sonny Keraf, Sekretaris Eksekutif TPN Heru Dewanto, dan Juru Bicara TPN Chico Hakim.


“Saat menentukan pilihannya pada 14 Februari 2024, mohon seluruh rakyat Indonesia memperhatikan kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual. Kalau tiga poin ini tak dimiliki, saya meragukan kepemimpinan itu,” kata Emrus.

Pengajar Ilmu Komunikasi di beberapa perguruan tinggi ini menekankan pentingnya faktor kecerdasan emosional sebagai pertimbangan utama. 

“Dari empat kali debat yang telah berlangsung, saya yakin publik sudah punya kesimpulan siapa yang memiliki kecerdasan emosional yang bagus dan yang rendah. Ada pasangan calon yang memiliki kedewasaan luar biasa, tapi di sisi lain ada paslon yang tidak dewasa, baik capres maupun cawapresnya. Pilihlah kandidat yang punya tiga hal ini dalam satu pasangan,” kata Emrus.

Terkait polah cawapres paslon nomor urut 02, Gibran Rakabuming, dalam debat cawapres 21 Januari 2024, Emrus mengatakan, dalam teori komunikasi, apa yang kita lakukan tak pernah ada di ruang hampa.


“Saat saya bicara di sini misalnya, tak bisa dilepaskan dengan relasi sosial saya sebelumnya. Semua pesan komunikasi itu ‘by design’, punya maksud dan punya tujuan,” kata Emrus mengutip ‘Teori Tindakan Sosial’ dari Max Weber.

“Tidak ada perilaku manusia yang tidak disengaja. Semua disengaja. Karena itu, perilaku Gibran yang kita lihat dalam debat cawapres kemarin bukan tidak disengaja. Menurut Teori ‘Social Action’, apa yang ditunjukkan Gibran itu merupakan produk interaksi sosial sebelum dia melakukan debat,” urainya. [Benhil Online]
Previous Post Next Post

Contact Form