APK: Demokrasi di Negara Kita Sedang tidak Baik-baik Saja

APK

Demokrasi Indonesia sedang tidak baik-baik saja, drama demi drama dipertontonkan kekuasaan demi mempertahankan kekuasaan. Hukum diutak-atik sesuai kehendak penguasa. Instrument hukum dan demokrasi dikadali, moralitas berbangsa dan bernegara dikangkangi. 

Skandal “Mahkamah Keluarga” menjadi puncak pertunjukan sempurna bagaimana penguasa mengakali instrument hokum dan demokrasi sekaligus, Nepotisme sebagai musuh bersama saat era reformasi, kini menjelma kembali melalui orkestrasi senyap dan yang menyedihkan, banyak dari kita yang dahulu pejuang reformasi, justru menyetujui seraya menyangkal bahwa semua demi bangsa dan Negara. 

Politik Nir-etika seolah menjadi hal biasa, padahal perjuangan reformasi telah juga melahirkan TAP MPR Nomor. VI/MPR/2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

Rumusan TAP MPR/VI/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa ini menjadi pokok-pokok dalam kehiduan berbangsa dengan mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportifitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa. Semuanya telah dipunggungi.

Putusan MKMK, haruslah dimaknai bahwa dugaan sebagian besar masyarakat bahwa telah terjadi kongkalingkong dan kegenitan dalam proses lahirnya Putusan 90/2023 lalu, terbukti benar adanya. Bahwa Mahkamah Konstitusi telah tidak menjaga marwah, kehormatan dan keluhurannya sebagai lembaga yang dimandatkan oleh Konstitusi UUD 1945 sebagai The Guardian of Constitution yang independen, mandiri dan merdeka. 

Terbukti dalam putusan MKMK bahwa Hakim Konstitusi Anwar Usman telah membiarkan terjadinya intervensi terhadap lembaga Mahkamah Konstitusi.
Sayangnya, KPU sebagai Lembaga yang diamanatkan oleh Konstitusi Pasal 22 E ayat (5) UUD 1945 dan UU No.17 ahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, tidak melaksanakan sungguh-sungguh peraturan perundang-undangan serta asas-asas pemerintahan yang baik, bahkan cendrung tidak imparsial dan berpihak pada kekuasaan. 


Bagaimana mungkin, sebuah putusan yang cacat hokum dan cacat moral serta etika, bisa menjadi landasan atas penetapan seorang calon pemimpin bangsa, dimana Pemilihan Umum adalah sarana kedaulatan rakyat yang dimandatkan oleh UUD 1945 demi regenerasi kepemimpinan nasional. 

Disamping itu, mereka (Komisioner KPU), juga telah tidak punya sikap yang tegas dan kokoh, bahkan cendrung bertindak asal-asalan dengan tidak merubah PKPU No.19 Tahun 2023 sesaat pasca Putusan MK. Padahal kita tahu, bahwa putusan MK tidak serta merta bisa dieksekusi tanpa adanya perubahan atau aturan pelaksanaannya diterbitkan terlebih dahulu. 

Fakta yang terjadi, saat Pasangan Calon Prabowo-Gibrang mendaftarkan diri ke KPU, PKPU 19/2023 belum dirubah, namun pendaftaran Prabowo-Gibran dinyatakan lengkap, dan kemudian ditetapkan sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden. 

Ini jelas melanggar hukum sekaligus melanggar kode etik penyelenggara pemilu. 
Demokrasi sedang tidak baik-baik saja, awan mendung sedang menggelayuti langit Indonesia, bayangan serta cerita-cerita pilu masa kelam orde baru kembali menyeruak, bau amis kekuasaan mengekang kebebasan, tekanan dan intimidasi bagi peserta pemilu kembai dipertontonkan kekuasaan, pelibatan aparatur negara baik sipil dan militer dikerahkan untuk kesuksesan salah satu kontestan makin terasa. 

Waspadalah! netralitas menjadi barang langka dan setingkat Mutiara.

Mengutip salah satu paragraph dalam Penjelasan UU 7/2017 Tentang pemilu dimandatkan “Dalam penyelenggaraan pemilu ini, penyelenggara pemilu, aparat pemerintah, peserta pemilu, pengawas pemilu, pemantau pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 

Setiap pemilih dan peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun”, sepertinya hanya akan menjadi kata-kata dalam utaian kalimat yang membentuk paragraph tanpa makna.


Oleh karena itu, kami dari Aliansi Penyelamat Konstitusi (APK), dengan ini menyatakan sikap sebagai berikut :

1. Mendesak DKPP untuk memecat seluruh Komisioner KPU karena telah melakukan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu, dengan menerima berkas dn penetapan saudara Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres.

2. Menuntut kepada KPU, Bawaslu, ASN dan Aparat Negara (TNI dan Polri) agar bertindak netral dalam pemilu 2024.

3. Jangan ada Pemilu Curang yang akan mengembalikan Indonesia pada Masa Orde Baru.

4. Menghimbau kepada Masyarakat untuk tidak memilih pemimpin yang melanggar konstitusi dengan sengaja merubah Undang-Undang demi kekuasaan. [Benhil Online]

Previous Post Next Post

Contact Form