Banyak Negara Tidak Pakai HAM untuk Teroris


“Selamat siang, mas,” Sapa ramah pengemudi taksol (taksi online) yang ternyata seorang wanita muda yang cukup gesit.

Aku mengangguk padanya dan meski memakai masker, aku tahu dia sedang tersenyum. Aku duduk dan melihat foto dia di aplikasi telepon saya, hmm.. not bad. Dari kursi belakang terlihat rambutnya yang lebat dan bergelombang diikat model ekor kuda, sehingga memperlihatkan leher belakangnya yang berwarna coklat muda.

Setelah berbasa basi sebentar, kami terdiam dengan pikiran masing-masing. Perjalanan kami ke bandara masih sekitar 30 menit lagi.

“Mas sudah baca berita tentang penangkapan teroris?” Tanya driver yang di aplikasi bernama Rena itu.

“Baca sekilas. Memang kenapa, mbak?”

“Itu polisi asal tembak saja ya, mas. Harusnya diklarifikasi dulu dan dijelaskan ke masyarakat.”

“Oh ya? Kan Sunardi melawan,” Sambutku sambil tersenyum.

“Itu politisi partai PKS, ketua alumni 212, Sugik Nur, dan lain-lain pada protes lho, mas. Penangkapan terduga teroris yang profesinya dokter itu nggak sesuai prosedur.”

“Polisi pasti lebih jeli dan teliti dalam menangangi kasus teroris daripada para politisi, ormas, tukang dakwah, apalagi kita-kita ini,” kataku santai.

Rena terdiam. “Teliti yang bagaimana, mas?” Tanyanya dengan nada minta pencerahan.

Aku berdehem sejenak tanda akan berbicara panjang.

Penanganan teroris bukan perkara sederhana. Tidak seperti menangkap maling ayam atau tukang perkosa. Seseorang dikategorikan teroris itu telah melalui proses panjang, berdasarkan keterangan dari teroris lain yang telah ditangkap, pengamatan cermat kehidupannya, dan aktivitas di jaringan teroris.

Kalau seorang terduga teroris ditangkap, itu berarti pihak keamanan sudah mengantongi banyak bukti. Kalau dia bukan teroris, tidak bakal ditangkap karena itu kejahatan serius. Melibatkan jaringan internasional.

“Lagian, kalau bukan teroris, pas ditangkap kenapa melawan?” ujarku sambil menatap mata Rena lewat spion tengah.

“Benar juga ya, mas. Berarti mereka itu anggota jaringan internasional ya?”

Sederhananya, dulu teroris menjadi musuh dunia sejak peristiwa beberapa teroris yang menabrak gedung WTC (World Trade Center) dengan pesawat udara di New York. Hampir semua negara bahu membahu mengejar teroris sampai ke lubang persembunyian yang terkecil.

Awalnya musuh teroris adalah negara-negara yang bagi mereka merugikan politik dunia, seperti AS, Inggris, Australia, dan lain-lain. Tapi saat ini, mereka berubah arah dengan mengincar pihak keamanan (polisi dan tentara) yang selalu menghambat tumbuh kembang sel-sel mereka.

Teroris semakin membahayakan stabilitas suatu negara sehingga banyak negara yang tidak memakai standar HAM (hak asasi manusia) untuk menangani jaringan tersebut. Keamanan nasional harus ditempatkan di atas kepentingan pribadi, apalagi pribadi para pengacau.

“Gimana, mas, beberapa negara tidak memakai HAM untuk menangani teroris?” ucap Rena terperangah.

Aku mengangguk pelan.

“Inggris, Singapura, Malaysia, dan beberapa negara tidak perduli HAM untuk memberantas teroris. Itulah kenapa di sana sepi berita teroris,” kataku sengaja berbicara pelan agar driver manis itu paham.

Rena menatapku tidak percaya. Kujawan dengan anggukan pelan lagi.

Penanganan teroris di negara kita termasuk paling bagus karena mereka ditangkap untuk kemudian diadili dengan pengacara. Amerika Serikat (AS) juga menggunakan cara itu, tapi tidak berjalan dengan baik karena masyarakatnya masih pro dan kontra. Orang AS masih trauma dan menganggap terorisme masih kejahatan serius yang bisa timbul kapan saja.

Teroris tidak seperti kejahatan perang yang selesai saat perang berakhir, Rena.

Rena membuka maskernya untuk menunjukan senyum yang membuat dunia cerah seketika. “Terima kasih atas ceritanya, mas.”

You’re welcome, sweet lady.”

Sebelum menutup masker, terlihat pipi Rena bersemu merah karena pujianku.

“Mas, apa yang dilakukan negara-negara yang tidak memakai HAM itu terhadap teroris? Tanya driver taksol itu sambil membayar tiket masuk bandara.

Aku menghela napas untuk menunjukan kalau pertanyaan itu sulit untuk dijawab. “Hanya mereka yang tahu. Seperti yang saya bilang tadi, stabilitas negara adalah yang terpenting meski harus mengorbankan kepentingan pribadi, apalagi pribadi pengacau, Tidak ada negara lain yang boleh mengurusi bagaimana suatu negara menjaga stabilitas keamanannya.”

Rena minta kartu namaku setibanya di depan terminal keberangkatan. Aku menyerahkan kartu nama sembari memberi tips yang membuatnya terbelalak.

Sebuah perjalanan yang menyenangkan. [Benhil]

 

 

Surga Tropis

Tropics Paradise is a collection of writings and papers presented at, from, and to the tropics. Actually, the tropics is a place that comfortable, warm, and affluent. But the situation goes undermined by the real interests that not coming from the tropics itself, such as politics, ideology, lifestyle, and others. So for that matters, Tropical Paradise wants to restore a beautiful sense of the area.

Previous Post Next Post

Contact Form