Keramba Jaring Apung (KJA) Harapan Baru Budidaya Perikanan

Keramba Jaring Apung Pangandaran, Jawa Barat

Jakarta, 30/4 (Benhil) - Program keramba jaring apung (KJA) lepas pantai, yang merupakan keramba untuk mengembangbiakkan perikanan di tengah laut lepas, menjadi harapan baru dalam rangka melonjakkan produksi sektor budidaya perikanan nasional.

KJA merupakan program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan mengadopsi teknologi lepas pantai dari Norwegia yang diperkirakan bakal mampu menggenjot produksi komoditas ikan kakap putih secara lebih signifikan.

Dengan menggunakan teknologi KJA lepas pantai tersebut, maka sebanyak 1,2 juta penebaran benih ikan, dapat menghasilkan 816 ton per tahun per unit dan melibatkan antara 215-250 orang. Teknologi KJA fokus dikembangkan di tiga kawasan strategis yang ada di Tanah Air, yakni perairan Kepulauan Karimunjawa (di Provinsi Jawa Tengah), Pangandaran (Jawa Barat), dan Pulau Sabang (Aceh).

Tidak hanya itu, KJA juga memiliki beberapa keunggulan, yaitu tahan terhadap gelombang dan memiliki ketahanan lebih dari 10 tahun, serta cukup efektif digunakan dalam budi daya ikan karena mudah dalam pemasangan maupun pelepasan jaring, serta memiliki beragam konfigurasi dalam pengoperasiannya.

Karena itu semua, tidak mengherankan bila Presiden Joko Widodo mengatakan Keramba Jaring Apung merupakan lompatan teknologi dan masa depan perikanan Indonesia.

Ketika meresmikan KJA lepas pantai di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Cikadang, Pangandaran, 24 April, mengatakan, program KJA lepas pantai merupakan terobosan pertama di Indonesia yang bakal melipatgandakan nilai tambah budi daya perikanan nusantara.

Presiden mengungkapkan dengan teknologi KJA ini sebanyak 1,2 juta penebaran benih ikan dapat menghasilkan 816 ton per tahun per unit. Jokowi juga mengatakan bahwa teknologi KJA ini juga akan melibatkan antara 215 dan 250 orang.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Jakarta, Jumat (27/4), menyatakan, program KJA lepas pantai hingga dalam bentuk pemasarannya juga merupakan bentuk sinergi antara BUMN sektor perikanan dengan koperasi unit desa (KUD) untuk para nelayan.

Menurut Susi, KKP berupaya membangun KJA lepas pantai adalah agar nelayan nusantara ke depannya diharapkan tidak hanya handal dalam menangkap ikan, tetapi juga bisa mengembangkan dan mengelola budi daya perikanan yang berteknologi tinggi.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto mengatakan program keramba jaring apung (KJA) lepas pantai merupakan penjabaran atau terjemahan Inpres Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional.

Menurut Slamet, gagasan untuk mewujudkan KJA lepas pantai adalah karena Presiden Joko Widodo menginginkan adanya industrialisasi akuakultur yang selama ini dinilai belum dikembangkan dengan baik.

Kajian cermat Sementara itu, Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM) KKP Zulficar Mochtar menegaskan program KJA lepas pantai telah melalui kajian yang sangat cermat dan terstandardisasi dengan baik oleh KKP.

"Ini tidak main-main. Tidak asal bangun karena sesuai dengan standardisasi internasional," kata Zulficar Mochtar.

Zulficar mencontohkan, pembangunan KJA lepas pantai di tiga lokasi telah melalui kajian akademis yang menggunakan berbagai parameter dan pengamatan ilmiah sehingga diperoleh lokasi yang paling sesuai.

Menurut dia, bila masih ada keraguan terkait pembangunan KJA lepas pantai ini maka juga diharapkan agar program tersebut diawasi secara bersama-sama oleh berbagai kalangan masyarakat.

KKP juga fokus mengembangbiakkan komoditas kakap putih untuk hasil produksi di dalam keramba jaring apung (KJA) lepas pantai, karena dinilai merupakan salah satu andalan komoditas sektor perikanan yang aksesnya pasar telah lama dikuasai.

Menurut Slamet Soebjakto, kakap putih merupakan komoditas yang telah lama dikuasai sektor kelautan dan perikanan nasional, serta sudah lama dikembangkan terutama secara intensif pengembangan teknologinya sejak tahun 1980-an.

Sedangkan dari sisi pasarnya, menurut dia, juga terbuka lebar ke berbagai negara seperti Jepang dan Australia, serta juga untuk kawasan Uni Eropa.

KKP, ujar Slamet, dalam mengembangbiakkan kakap putih ini juga mengadopsi vaksinasi termasuk benih yang diberdayakan adalah benih yang juga sudah divaksinaksi.

"KJA lepas pantai adalah 'high tech'. Di sana ada 'feeding and monitoring system'. Kami bisa melihat pergerakan ikan atau apakah ikannya sehat atau tidak," ucapnya.

Slamet juga menegaskan bahwa program yang dibuat oleh KKP seperti Keramba Jaring Apung (KJA) lepas pantai bukanlah dimaksudkan untuk menyaingi sektor swasta.

Namun, lanjutnya, program tersebut adalah untuk mendorong atau memberi contoh dari usaha yang melibatkan masyarakat agar berkelanjutan.

Menurut Slamet Soebjakto, total anggaran untuk pembelian unit KJA lepas pantai di tiga tempat di Tanah Air adalah sebesar Rp131 miliar, dan dibeli dari Norwegia yang memiliki komponen yang berstandar internasional.

Selain itu, ujar dia, KJA lepas pantai di Pangandaran, Jawa Barat adalah KJA pertama di Indonesia yang spesifikasinya dinilai sudah sesuai dengan beragam parameter dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO).

Menjawab tantangan Sementara itu, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati menilai program KJA lepas pantai merupakan salah satu upaya menjawab tantangan produksi kelautan dan perikanan nasional.

Susan juga memaparkan KJA melibatkan banyak orang, sehingga pemerintah harus memastikan koperasi perikanan mengambil ruang yang lebih besar.

Sekjen Kiara mengingatkan KJA sebagai pengembangan teknologi perikanan budi daya dinilai juga memiliki dampak besar kepada perikanan tangkap.

"Karena, ini berkaitan dengan pakan. Dengan luas keramba 5.000 meter persegi maka kebutuhan pakannya mencapai satu ton per jam," katanya.

Menurut dia, meski hal itu menguntungkan perusahaan pakan, kebutuhan akan bahan mentah untuk pakan juga diambil di tengah laut. Untuk itu, ujar dia, pemerintah juga harus memastikan ikan, yang menjadi sumber bahan pakan harus bisa terus dilestarikan.

Sedangkan pengamat perikanan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menekankan pentingnya regulasi zonasi untuk mencegah tumpang tindih kawasan perairan, terutama terkait dengan program KJA lepas pantai.

"Perlu adanya zonasi agar peruntukkan perairan tidak tumpang tindih. Apa yang terjadi di Teluk Balikpapan (tumpahan pipa minyak) mesti dijadikan sebagai pelajaran berharga," kata Abdul Halim.

Menurut dia, program seperti KJA lepas pantai sangat dimungkinkan disebarkan di berbagai daerah dengan adanya syarat utama penyelesaian raperda zonasi agar kepentingan perikanan bisa benar-benar terlindungi. (An/MRR)
Previous Post Next Post

Contact Form