Yogyakarta adalah kota wisata yang melekat di hati masyarakat Tanah Air. Dibalik julukannya sebagai kota yang tidak pernah bosan untuk dikunjungi, ternyata Yogyakarta juga punya sisi tidak istimewa.
Selain pariwisata, wilayah yang dihuni sekitar 3,7 juta penduduk itu juga mendapat julukan Kota budaya, Kota Pelajar (karena terdapat banyak kampus), Kota Gudeg (dan bermacam kuliner), Kota Batik, dan kota perjuangan (menjadi simbol perjuangan rakyat Indonesia melawan Kolonial Belanda).
Tidah heran Yogyakarta selalu didatangi oleh pelajar dan wisatawan, baik dari dalam negeri atau dari mancanegara.
Meskipun begitu, daerah istimewa yang dipimpin oleh raja berjuluk sultan itu sebenarnya juga memiliki sisi tidak istimewa yang bisa jadi mengecewakan bagi beberapa pihak.
Berikut ini situs berita Benhil mengumpulkan dari berbagai sumber 5 hal tidak istimewa dari Yogyakarta, yaitu;
1. Upah Rendah
UMK (upah minimum kota) Yogyakarta termasuk rendah jika dibandingkan kota-kota besar yang lain, seperti Jakarta, Medan, dan Surabaya, yakni rata-rata Rp 2,350 juta. Padahal pendapatan wilayah itu dari pariwisata termasuk paling besar di Pulau Jawa.
Bandingkan dengan UMK kota besar terdekat yaitu Semarang yang lebih besar 1 juta rupiah.
Rendahnya UMK di Yogyakarta disebabkan minimnya lapangan kerja dan kurangnya sektor industri.
2. Intoleran
Meski dihuni berbagai etnis dan agama di Nusantara, namun suasana Yogyakarta kurang toleran terhadap semua pemeluk agama dan keyakinan. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya tempat kos yang mengkhususkan untuk agama tertentu dan berbagai kejadian intoleran, salah satunya adalah penutupan patung Bunda Maria.
3. Kental Feodalisme
Bagi masyarakat yang biasa merasakan permasamaan hak dan kewajiban, tentu kurang cocok melihat sistem feodalisme di Yogyakarta, di mana mereka yang berasal dari lingkungan keraton akan mendapat perlakuan yang istimewa.
4. Minim Sarana Penerangan
Yogyakarta memang gemerlap dan dipenuhi hotel-hotel bertaraf internasional, seperti Novotel, Grand Hyatt, dan Sheraton. Namun itu hanya di pusat kota. Di wilayah pinggiran seperti Sleman Utara dan Bantul Selatan masih banyak jalan yang tidak memiliki penerangan sehingga keadaan jalan gelap gulita.
Pengguna jalan biasanya mengandalkan penerangan dari kendaraan mereka.
5. Resiko Kriminal
Masih berhubungan dengan poin 4, di mana beberapa ruas jalan di pinggiran Yogyakarta keadaannya gelap kalau malam, hal itu memicu tindak kejahatan penodongan atau yang lazim disebut klitih. Selain itu di sana juga sering tejadi bentrok atau tawuran antar warga yang dipicu hal sepele.
Semoga ke-5 hal itu bisa menjadi masukan bagi para pemangku kepentingan di wilayah yang tahun ini berusia 269 tahun itu. [Benhil]