Gas Air Mata Tragedi Kanjuruhan, antara Tindakan Taktis atau Diserang Massa

Ilustrasi Kanjuruhan

Pada 1 Oktober 2022 telah tercatat sebagai tragedi paling berdarah dalam sepak bola Indonesia. Salah satu yang dianggap menjadi penyebab jatuhnya banyak korban adalah penggunaan gas air mata oleh Petugas keamanan.  

Dunia sepak bola Tanah Air tinggal menunggu sangsi berat dari FIFA (Federation International de Football Associationakan). Bisa saja FIFA bakal menghentikan aktivitas sepak bola di Indonesia.

Sementara itu banyak pihak yang mempermasalahkan penggunaan gas air mata sebagai penyebab keadaan menjadi semakin buruk di stadion Kanjuruhan Malang itu. Benarkah begitu? Mari kita analisa dari beberapa saksi yang pernah menyaksikan pertandingan sepak bola.

Dalam sebuah pertandingan sepak bola terutama tim besar seperti Persebaya, Arema, PSIS, Persija, dan lain-lain, jumlah penonton yang datang rata-rata sekitar 40 ribu orang. Sedangkan petugas keamanan yang berjaga sekitar 200 orang.

Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan, Akankah FIFA Hentikan Sepak Bola Tanah Air?

Jumlah yang tidak sebanding tersebut membuat petugas rawan menjadi sasaran amuk massa apabila terjadi huru hara pada pertandingan sepak bola. Hal itu disampaikan oleh Sarjono (53 tahun) seorang penggemar tim PSIS Semarang.

"Petugas keamanan sering menjadi sasaran penonton yang kecewa timnya kalah. Memang tidak semua penonton, hanya beberapa orang saja," ujar Sarjono pada Benhil, Senin, 3 Oktober 2022.

Sarjono menambahkan, beberapa penonton tersebut seringkali memprovokasi penonton lain untuk ikut bertindak anarkis.

"Mereka yang rusuh biasanya diikuti oleh penonton lain yang umumnya anak baru gede, untuk bertindak anarkis, baik menyerang petugas atau merusak fasilitas umum di stadion," ujar pria asli Semarang itu.

Bahkan, lanjut Sarjono, jika belum puas, mereka bisa merusak fasilitas umum di sekitar stadion, seperti sekolah, mobil, dan lain-lain.

"Saya bisa bilang begitu karena saya sering melihat kejadian seperti itu di Jalan Karang Rejo Jatingaleh Semarang yang dekat dengan stadion Jatidiri," ucapnya.      

Hal serupa juga disampaikan oleh Budi (45 tahun), seorang jurnalis freelance sebuah media online.

"Saat ada supporter bola yang nekad masuk ke lapangan dan menyerang pemain, sudah menjadi kewajiban petugas untuk melumpuhkan supporter tersebut dan menurut saya, itu bukan tugas yang mudah. Apalagi kalau yang turun ke lapangan banyak," ujarnya.

Budi menambahkan, jika yang turun semakin banyak, tentu petugas harus bertindak taktis daripada terjadi hal yang lebih buruk.

"Bayangkan, apabila ratusan penonton turun ke lapangan dan menyerang pemain dan petugas, tentu petugas cuma punya 2 pilihan, bertindak taktis atau diserang massa," ucapnya.

Budi balik bertanya, "Lalu tindakan taktis apa yang bisa digunakan petugas untuk menghalau ribuan massa yang rusuh di lapangan? Apakah menggunakan senjata api? Pasti tidak mungkin. Jadi jangan salahkan, penggunaan gas air mata itu."

Dia menambahkan, jika petugas di stadion Kanjuruhan tidak menggunakan gas tersebut, mungkin lebih banyak korban dari pemain Persebaya dan Arema, official, dan Polri (kepolisian RI) serta TNI (Tentara Nasional Indonesia) yang menjadi korban amuk massa.

Banyak yang mempermasalahkan penggunaan gas air mata dalam kerusuhan tersebut, tapi melupakan penonton yang pertama bertindak anarkis untuk memprovokasi massa.

Setiap Penonton Bola Harus Pulang dengan Selamat

Banyak sekali ucapan belasungkawa atas kejadian yang menewaskan 125 orang tersebut tersebut. Salah satunya dari Indonesia's Official Liverpool FC Supporters Club (Klub Supporter resmi tim sepak bola Liverpol di Indonesia).

Klub tersebut menulis di akun Facebook-nya:

"Turut berduka cita atas tragedi di Stadion Kanjuruhan, 1 Oktober 2022.

No one should go to a football match & never came home 💔

#RIP

#YNWA"

Bagi klub tersebut, setiap penonton bola harus pulang dengan selamat. Satu nyawa jauh lebih berharga daripada pertandingan sepak bola. [Benhil]

Surga Tropis

Tropics Paradise is a collection of writings and papers presented at, from, and to the tropics. Actually, the tropics is a place that comfortable, warm, and affluent. But the situation goes undermined by the real interests that not coming from the tropics itself, such as politics, ideology, lifestyle, and others. So for that matters, Tropical Paradise wants to restore a beautiful sense of the area.

Previous Post Next Post

Contact Form