Sebaiknya anda Tahu Agar Bangsa ini Tidak Terbelah | Gus Nuril Arifin


Tulisan menarik dari Gus Nuril Arifin di Facebook, berjudul Sebaiknya anda Tahu Agar Bangsa Ini Tidak Terbelah disajikan di Benhil dengan tujuan agar catatan digital ini terekam dengan baik dan mudah ditemukan melalui mesin pencari Google. Sumber tulisan ditautkan di bawah artikel.

Saudaraku, para Ulama besar sekaligus guru bangsa Indonesia, yang sejak lama menyapa bangsa dengan taman hati itu waliyullah. Insha Allah.

Tetapi tahukah engkau, bahwa beliau KH Abdurrahman Wahid adalah Tionghoa pertama yang menjadi Presiden RI. Beliau keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah pendiri Kesultanan Demak.

Sementara itu, Raja Islam pertama di tanah Jawa Dwipa, Raden Patah sendiri nama aslinya adalah Tan Eng Hwa. Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini adalah anak dari puteri Tiongkok yang menjadi selir Raden Brawijaya V.

Tan Kim Han menurut hasil penelitian ahli sejarah Perancis Louis-Charles Damais, tidak lain adalah; Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan makamnya di Trowulan.

Kita sudah benar di jalur PBNU ( Pancasila, Bhineka tunggal Ika, NKRI dan UUD 45 ), yang musti dijaga dan dilestarikan.

Langen Siswo
Sumpah Pemuda 1928 terselenggara di rumah Sie Kok Liong, Gedung Kramat 106. Para anggota Jong Java,  biasa menggunakan rumah ini untuk diskusi politik dan latihan kesenian. Mereka menyebut rumah ini Langen Siswo.
 
Selain Liong, juga ada Kwee Thiam Hong, Ong Kay Sing, Liauw Tjoan Hok dan Tjio Djin Kwie.  (Ali Sadikin pada 20 Mei 1973 meresmikan gedung ini sebagai Gedung Sumpah Pemuda).


Tionghoa
Mereka dari suku Thionghoa. Bukan China.
China itu negara. Seperti kita suku bangsa, Batak, Papua, Sasak, Bali atau Jawa, Minang, Sunda. Tetapi Warga Negara Indonesia sebagaimana suku Thiong Hoa. Maka, Pahlawan Nasional TNI AL John Lie meninggal  pada 27 Agustus 1988 dengan pangkat terakhir Laksamana Muda (Mayor Jendral) sejak 1966, dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.

Atas segala jasa dan pengabdiannya, beliau dianugerahi Bintang Mahaputera Utama. (oleh Presiden Soeharto), 10 Nopember 1995. Bintang Mahaputera Adipradana dan gelar Pahlawan Nasional,  (oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 9 November 2009).

Jenderal Besar TNI AH. Nasution pada 1988 berkata, Prestasi Laksamana Muda John Lie "tiada taranya di Angkatan Laut" karena dia adalah panglima armada (TNI AL) pada puncak krisis eksistensi republik dalam berbagai operasi menumpas kelompok separatis.

Separatis Republik Maluku Selatan
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia, dan Perjuangan Rakyat Semesta.  John Lie dengan keberaniannya menembus blokade laut tentara Belanda pada masa revolusi era 1945, Mayor John Lie sukses lima belas kali melaksanakan tugas menyelundupkan berbagai komoditas ekspor ke Singapura untuk kepentingan pembiayaan perjuangan Republik. Uang yang didapat dibelikan senjata, tapi lebih serang secara barter. Persenjataan tersebut kemudian diselundupkan kembali masuk ke wilayah RI melalui Riau, diserahkan kepada bupati Usman Effendi untuk diedarkan lebih lanjut kpd para pejuang.

Pada awal 1950 ketika di Bangkok, beliau dipanggil pulang ke Surabaya oleh KASAL Laksamana TNI R. Soebijakto dan ditugaskan menjadi komandan kapal perang Rajawali, kemudian aktif menumpas pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) di Maluku dan PRRI/Permesta.

Ada tokoh Djiaw Kie Siong, pemilik rumah yang dihuni Soekarno-Hatta dalam peristiwa Rengasdengklok. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada hari Kamis 16 Agustus 1945 di Rengasdengklok, yaitu di rumah Djiaw Kie Siong.

Naskah teks proklamasi sudah ditulis di rumah itu. Bendera Merah Putih sudah dikibarkan para pejuang Rengasdengklok pada Rabu, tanggal 15 Agustus, karena mereka tahu esok harinya Indonesia akan merdeka. Ketika naskah proklamasi akan dibacakan, tiba-tiba pada Kamis sore datanglah Ahmad Subardjo yang kemudian membawa Bung Karno dan Bung Hatta cs berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56.

Liem Koen Hian
Tan Eng Hoa, Oey Tiang Tjoe, Oey Tjong Hauw adalah anggota drpd BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) ketika merumuskan UUD 1945.

Drs Yap Tjwan Bing
Apakah anda tahu? Dia adalah seorang sarjana farmasi dan apoteker yang juga dosen dan anggota Dewan Kurator ITB Bandung. Tahun 1945 beliau terpilih menjadi salah satu anggota PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Setelah kemerdekaan, ia bergabung dengan PNI. Namanya kemudian diabadikan menjadi salah satu ruas jalan di kota Surakarta. Menggantikan Jalan "Jagalan", yang diresmikan oleh Walikota Surakarta H. Ir Joko Widodo pada tanggal 22 Februari 2008.

Salah satu orang yang terlibat secara langsung dalam penurunan bendera Belanda di Hotel Oranye Surabaya adalah:

Tony Wen alias Boen Kin To
Beliau  Sebelum Perang Dunia II, beliau adalah pemain sepak bola terkenal di kesebelasan UMS (Union Makes Strength). Pada masa pendudukan Jepang, dia bekerja sebagai juru bahasa , di kantor urusan Hoa Kiao (Kakyo Hanbu).

Salah satu bagian pusat intelijen Jepang (Sambu Beppan). Setelah Jepang takluk beliau menghilang dari Jakarta dan menetap di Solo memimpin Barisan Pemberontak Tionghoa.

Ketika Presiden Soekarno dan para pemimpin lainnya dibuang ke Pulau Bangka, beliaulah yang menyediakan seluruh keperluan para pemimpin tersebut. Pada era 1950-an beliau diangkat menjadi anggota Komite Olimpiade Indonesia dan pengurus PSSI.  Pada 1952 masuk menjadi anggota PNI dan sejak Agustus 1954 sampai Maret 1956 diangkat menjadi anggota DPR mewakili PNI lalu duduk di Kabinet Interim Demokrasi, dan pada tahun 1955 berada dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo.

Lagu Indonesia Raya yang diciptakan oleh Wage Rudolf Supratman, (WR Supratman) untuk pertama kali dipublikasikan oleh Koran Tionghoa Sin Po.

Lie Eng Hok
Seorang Perintis Kemerdekaan Indonesia. Beliau salah satu tokoh penting di balik pemberontakan 1926 Banten. Dalam peristiwa itu, masa bergerak melakukan perusakan jalan, jembatan, rel kereta api, instalasi listrik, air minum, rumah-rumah, dan kantor milik Pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Semasa muda Lie, aktif sebagai wartawan Surat Kabar Sin Po dan berkawan akrab dengan Wage Rudolf Supratman, dari persahabatannya inilah beliau belajar banyak tentang cita-cita kebangsaan.

Lie Eng Hok berperan sebagai kurir kaum pergerakan, lantas beliau ditahan Pemerintah Kolonial Belanda dan dibuang ke Boven Digoel (Tanah Merah), Papua, selama lima tahun (1927-1932). Selama di Boven Digoel Lie menolak bekerja untuk pemerintah kolonial Belanda dan lebih memilih membuka kios tambal sepatu untuk memenuhi biaya hidupnya.

Atas jasa-jasanya pada bangsa dan negara Indonesia, Lie Eng Hok diangkat sebagai Perintis Ke merdekaan RI, berdasarkan SK Menteri Sosial RI No. Pol. 111 PK tertanggal 22 Januari 1959. Lie meninggal pada 27 Desember 1961 dan dimakamkan di pemakaman umum di Semarang.

Dua puluh lima tahun kemudian, kerangka Lie Eng Hok baru dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal, Semarang, melalui Surat Pangdam IV Diponegoro No.B/678/X/1986.

Satu lagi, Siauw Giok Tjhan
Adalah menteri negara Urusan Minoritas dalam Kabinet Amir Syarifudin. Pada 1958 beliau mendirikan Universitas Trisakti dengan dibantu sejumlah petinggi Baperki (Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia). Awalnya bernama Universitas Res Publika, oleh Orde Baru diganti menjadi Tri Sakti.

Menurut Siauw Giok Tjhan, kecintaaan seseorang terhadap Indonesia, tidak bisa diukur dari nama, bahasa dan kebudayaan yang dipertahankannya, melainkan dari perilaku dan kesungguhannya dalam berbakti untuk Indonesia.

Konsep ini kemudian diterima oleh Bung Karno pada tahun 1963 yang kemudian secara tegas menyatakan bahwa golongan Tionghoa adalah suku Tionghoa dan orang Tionghoa tidak perlu mengganti namanya ataupun agamanya, atau menjalankan kawin campur (asimilasi) dengan suku non-Tionghoa untuk berbakti kepada Indonesia.

Siauw tidak menentang proses asimilasi yang berjalan secara suka-rela dan wajar, yang ditentangnya adalah proses asimilasi paksa untuk menghilangkan identitas sebuah golongan.

Salam Satu Nusa Satu Bangsa Satu Bahasa, Indonesia.

Sekian
Gus Nuril Arifin

*) Rangkuman dari berbagai sumber, semoga berguna bagi generasi penerus kaum pejuang.
Sumber: https://www.facebook.com/gusnuril.arifin/posts/1540863622703059
Previous Post Next Post

Contact Form