Kereta Tiongkok Melesat Bagai Peluru 350KM/Jam

Kereta China

Kereta cepat Tiongkok yang dikenal dengan kereta peluru melesat tajam dalam meningkatkan mobilitas orang untuk bepergian ke berbagai daerah di Republik Rakyat Tiongkok.

Dengan menggunakan kereta cepat generasi kedua, Fuxing, perjalanan dari Beijing ke Shanghai bisa ditempuh selama kurang lebih empat setengah jam atau lebih singkat dibandingkan jarak tempuh kereta cepat sebelumnya sekitar enam jam.

Kereta cepat ini memiliki kecepatan hingga 350 km per jam yang melintasi jalur Beijing-Shanghai, Tiongkok sepanjang 1.318 kilometer.

Dari pantauan Antara, Beijing, Senin (30/10), masyarakat yang menggunakan kereta cepat ramai memadati stasiun kereta yang menyerupai bandara tersebut.


Bahkan tidak sedikit orang yang harus berdiri menunggu di dalam stasiun.

Selain itu, untuk memasuki stasiun, penumpang terlebih dahulu melalui pemeriksaan menggunakan detektor logam sementara loket untuk pemeriksaan tiket dibuka setengah jam sebelum keberangkatan. Saat menunggu, penumpang dapat duduk santai di ruang tunggu sambil berjalan-jalan mengunjungi sejumlah toko yang tersedia seperti toko makanan, minuman dan sepatu.

Saat pemeriksaan di loket, calon penumpang lokal menunjukkan tiket dan kartu identitas lokal, sementara wisatawan dapat menunjukkan tiket dan paspornya.

Tidak sekadar rancangan stasiun yang menyerupai bandara, dalam perjalanan tersebut, penumpang dapat melakukan sejumlah hal di dalam kereta dengan nyaman seperti membuat laporan menggunakan laptop atau perangkat serupa lain tanpa ada getaran yang cukup mengganggu.

Selain itu, penumpang juga dapat menikmati pemandangan dari luar jendela dengan santai dan nyaman.

Wang Rui Lu, salah satu mahasiswa program pascasarjana di Sekolah Jurnalisme dan Komunikasi Renmin University of China di Beijing, Tiongkok merupakan salah satu penumpang yang menggunakan kereta cepat.

Dia menuturkan kereta cepat yang digunakan merupakan generasi kedua dan sepenuhnya buatan Tiongkok yang menjadi properti intelektual negara itu.

Rui Lu menuturkan salah satu alasan menggunakan kereta cepat adalah ketepatan waktu.

Jika menaiki pesawat, maka penundaan perjalanan atau keterlambatan keberangkatan bisa saja terjadi sewaktu-waktu.

"Dengan menggunakan kereta cepat, kita bisa berangkat tepat waktu, tidak perlu ada keterlambatan perjalanan yang dapat kita temui jika naik pesawat," ujarnya.

Selain itu, harga tiket kereta cepat lebih murah dari pada tiket pesawat. Untuk kelas ekonomi, penumpang dapat membayar sekitar 533 yuan. Penumpang juga dapat merasakan manfaat lainnya seperti ruang kaki lebih luas daripada pesawat. Kenyamanan yang ditawarkan kereta cepat ini membuat warga menjadikannya alternatif kendaraan yang memadai.

"Jika saya ingin bepergian ke suatu tempat, dan ada kereta cepat di sana, saya akan memilih menggunakan kereta cepat ini. Mungkin di tahun ini saya akan menggunakan kereta cepat dua sampai tiga kali," tuturnya.

Dalam kehidupan sehari-hari ketika orang ingin bepergian dari Beijing ke Shanghai, mereka memiliki dua alternatif kendaraan yakni dengan pesawat terbang dan kereta cepat. Penerbangan dengan pesawat terbang akan membutuhkan waktu selama dua jam tapi untuk naik pesawat penumpang harus berangkat ke bandara sekitar dua jam sebelumnya bahkan lebih. Bandara umumnya berada jauh dari area perkotaan sehingga perjalanan ke bandara juga membutuhkan waktu ekstra.

"Keretanya berjalan mulus sehingga saya dapat tidur dengan mudah, sangat nyaman, karena ruangnya luas. Saya bisa meletakkan barang-barang seperti yang saya inginkan. Ada ruang yang cukup luas untuk menyimpan barang-barang bawaan," tutur Rui Lu.

Jadi, kemungkinan secara keseluruhan calon penumpang harus menghabiskan waktu selama empat jam jika menggunakan pesawat terbang. Tapi jika menggunakan kereta cepat, maka hanya membutuhkan waktu empat jam 20 menit dari Beijing ke Shanghai karena stasiun kereta berada dekat dengan pusat kota. Dan ketika sampai di Shanghai, pengguna kereta cepat bisa transfer atau melanjutkan perjalanan menggunakan "subway".

"Kereta cepat ini sangat mudah dan alasan penting lain adalah terkait dengan pemantauan lalu lintas udara, pesawat terbang bisa saja terlambat satu sampai dua jam tapi dengan kereta cepat ini tidak akan ada penundaan perjalanan jadi kita sampai tepat waktu," ujarnya.

Caroline Chen, yang bekerja sebagai penerjemah juga menggunakan kereta cepat untuk pulang ke kampung halaman.

Caroline yang ditemui di Shanghai, Selasa, mengatakan sebelum ada kereta cepat, dia memerlukan waktu selama lima jam jalan darat ke kampung halaman di provinsi Zhejiang.

Jarak dari Shanghai ke Zheijang sekitar 500 kilometer.

"Kereta ini sangat cepat. Hanya perlu dua setengah jam, saya bisa sampai di Zheijang," ujarnya.

Perempuan yang lulusan dari program master di bidang alih bahasa dan interpretasi itu tinggal di Shanghai untuk bekerja.

Dia mengatakan kemudahan transportasi yang ditawarkan lewat keberadaan kereta cepat telah membantunya untuk memotong waktu perjalanan sehingga efisiensi waktu bisa dicapai.

"Saya tidak perlu banyak membuang-buang waktu di perjalanan," ujarnya.

Sementara itu, Wisnu Adiputra Martha, dosen di Departemen Ilmu Komunikasi di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta yang saat itu menaiki kereta cepat ini dari Beijing ke Shanghai mengatakan merasa nyaman menggunakan kendaraan tersebut.

"Asyik, tempatnya nyaman walaupun kesannya tidak terlalu cepat tetapi ternyata cepat banget, beberapa kali telinga saya berdenging," ujarnya.

Dia juga mengagumi langkah-langkah menaiki kereta yang ringkas, setelah masuk stasiun, loket untuk menjangkau kereta cepat akan dibuka tiga puluh menit kemudian penumpang dapat menuju gerbong tempat duduk.

"Terus juga langkah-langkah masuk ke sana di platformnya juga informatif, fleksibel artinya memudahkan penumpang," ujarnya.

Dia mengharapkan kereta cepat segera terwujud di Indonesia sehingga dapat memudahkan mobilitas orang yang hendak bepergian ke berbagai tempat.

"Sekarang mungkin bertahap," tuturnya.

Hal serupa juga disampaikan oleh penumpang lain yang bernama Asty Rastiya, seorang dosen Departemen Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia yang juga bepergian dari Beijing ke Shanghai menggunakan kereta cepat.

"Kereta ini bisa cepat banget menempuh jarak sampai sekitar 1.300 kilometer, ga sampai lima jam sudah sampai," tuturnya.

Namun, ada keluhan yang disampaikan Asty terkait dengan kursi yang kurang empuk sehingga kurang nyaman untuk perjalanan jauh.

"Cuma tadi yang kurang nyamannya tempat duduk, maksudnya untuk perjalanan yang cukup lama seperti itu tempat duduknya agak kurang nyaman bikin pegal," ujarnya.

Saat ini Indonesia sedang mendorong terlaksananya proyek kereta api cepat (high speed train/HST) pertama Jakarta-Bandung.

Wakil Presiden Republik Indonesia M Jusuf Kalla mendorong badan usaha milik negara di Indonesia dan Tiongkok yang tergabung dalam konsorsium PT Kereta Api Cepat Indonesia China (KCIC) agar segera menuntaskan hambatan pembebasan lahan agar pembangunan proyek senilai 6,07 miliar dolar Amerika Serikat (AS) itu dapat segera dilaksanakan.

"Pembebasan lahan itu masalah pokok, tinggal masalah berapa kilometer sehingga itu bisa dimulai," tutur Jusuf Kalla akhir Agustus lalu.

Sementara itu, Direktur Departemen Bisnis Asia China Railway Group Limited (CREC) Li Jianping saat menerima kunjungan wartawan dari Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Beijing, China, Jumat (22/9) mengatakan pemerintah Indonesia pun telah berperan lebih aktif untuk menyelesaikan isu yang kerap menjadi hambatan pembangunan infrastruktur di Indonesia.

"Semua berjalan lancar, kami sudah melakukan banyak negosiasi dengan beragam detail yang didiskusikan baik pada level pemerintah maupun investor," katanya.

Pembangunan infrastruktur kereta cepat di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand termasuk dalam peta "Belt and Road Initiative" (BRI) yang digagas Presiden China Xi Jinping.

Proyek ini dibayai sebagian besar oleh China Development Bank (CDB) dengan skema pembagian 75 persen CDB, dan sisanya ekuitas dua perusahaan konsorsium dari PT Pilar Sinergi BUMN dan PT China Railways International Co, Ltd.

Dengan skema perusahaan patungan di PT Pilar Sinergi BUMN terdiri atas empat perusahaan BUMN, masing-masing PT Wijaya Karya mendapat jatah ekuitas 38 persen, PT Jasa Marga 12 persen, PT KAI 25 persen, dan PT Perkebunan Nusantara VII 25 persen. (Ben/An)

Martha Herlinawati
Previous Post Next Post

Contact Form