Kronologi Penganiayaan Pengeroyokan Sebastian Hutabarat dan Jhohannes Marbun di Samosir

Kronologi Kasus

Sebastian Hutabarat


Penganiayaan dan Pengeroyokan terhadap Sebastian Hutabarat dan Jhohannes Marbun (Pengurus Yayasan Pencinta Danau Toba – YPDT) di Lokasi Galian C, Desa Silimalombu, Kecamatan Onan Runggu, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara – Indonesia, Selasa, 15 Agustus 2017

Pada hari Senin, 14 Agustus 2017 pukul 09.00 WIB kami bersama seorang relawan bertemu dengan Sebastian Hutabarat di kediamannya di Jl. Tarutung, Balige. Sebastian Hutabarat sebagai salah satu pengurus YPDT Perwakilan Kabupaten Toba Samosir diperkenalkan kepada Hank Van Apeldoorn, Relawan YPDT asal Australia untuk pengembangan potensi pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat di kawasan Danau Toba. Selanjutnya Saya bersama Sebastian Hutabarat dan Hank Van Apeldoorn berangkat menuju Kabupaten Samosir menggunakan mobil melalui TELE. 

Sesampai Tele, kami singgah di gardu pandang Tele berfoto dan melihat hotspot-hotspot menarik disekitarnya. Dan kemudian makan siang di Rumah Makan Barat, depan Polres Samosir. Usai makan siang kami sempat memfoto bangunan Belanda di pojok jalan Polres Samosir. Lalu selanjutnya, Kami singgah di depan Rumah Dinas Bupati. Sebastian dan Hank menemui perajin yang mengolah eceng gondok menjadi produk tas. Sedangkan Jhohannes Marbun, seijin Satpol PP yang berjaga, lebih tertarik memfoto Rumah Dinas Bupati Samosir dan menanyakan kesejarahan bangunan kepada Satpol PP yang berjaga. Satpol PP menyarankan ke Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Samosir yang baru terbentuk beberapa bulan sebelumnya. 

Kami bertemu dengan Kepala Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Samosir dan bertanya tentang kesejarahan bangunan Rumah Dinas Bupati dan juga bangunan arsip yang juga diperkirakan dari masa kolonial. Kami sempat berbincang mengenai pengembangan warisan budaya (Heritage) Samosir dan disambut dengan baik. Setelahnya kami melanjutkan perjalanan menuju Silimalombu sambil berhenti beberapa kali di sepanjang jalan untuk mengambil foto terkait potensi-potensi wisata menarik yang ada di Kabupaten Samosir. Kami berhenti di Lumban Suhisuhi untuk mengambil foto Monumen AE Manihuruk dan Tambak W. Marbun yang letaknya tidak berjauhan diantara dua makam dan monumen tersebut. Melanjutkan  perjalanan, kami membeli beberapa souvenir di daerah Tomok yang dijadikan sebagai contoh souvenir dan kami melanjutkan perjalanan menuju Silimalombu tiba pada pukul 17.00 WIB. 

Kami disambut oleh Thomas dan Ratnauli Gultom selaku tuan rumah yang juga merupakan pengurus YPDT Perwakilan Samosir. Lalu kami berbincang sebentar mengenai rencana kami termasuk berencana pulang malam hari mengejar Kapal Ferry pukul 19.30 WIB. Tuan rumah menyarankan kami untuk bermalam agar punya cukup waktu untuk berdiskusi dan melihat-lihat potensi Silimalombu. Kami memutuskan bermalam dengan merencanakan akan berangkat Selasa esok pagi pukul 08.00 WIB untuk mengejar Kapal Ferry keberangkatan pukul 10.00 WIB dari Tomok ke Aji Bata. Pada Selasa pagi hari (15 Agustus 2017) pukul 06.00 WIB, Di antara kami bangun lebih awal dan langsung keluar untuk melihat pemandangan di sekitar kami tinggal. Kami yang telah beberapa kali datang ke Silimalombu melihat bahwa air Danau Toba sudah turun, dan pinggir danau kelihatan berpasir. 

Kita sempat berseloroh bahwa saat ini Silimalombu sudah memiliki Pantai Pasir Putih. Selanjutnya Sebastian Hutabarat berbincang-bincang dengan Ibu-nya Ratnauli Gultom, menggali pengalaman dan kegigihannya membesarkan anak-anak sehingga memiliki kemandirian baik yang tinggal di Silimalombu maupun yang berada di perantauan seperti saat ini. Selanjutnya, mengisi waktu yang ada, sebagaimana waktu-waktu kunjungan sebelumnya (beberapa kali ke desa Silimalombu), kami hendak berkeliling kampung Silimalombu memanfaatkan waktu yang tersisa, dengan meminta ijin atau permisi kepada Ibu-nya maupun kepada Ratnauli Gultom (RG). Disinilah kronologi peristiwa yang kemudian berujung pada penganiayaan, pemukulan, dan pengeroyokan terhadap Jhohannes Marbun (JM) dan Sebastian Hutabarat (SH).
  
06:12        Masih ambil beberapa foto pemandangan di depan rumah dan home stay RG di Silimalombu Samosir. SH melihat pantai yang muncul karena air Danau Toba yang menyurut. Dalam hati SH bergumam, “ada bagusnya juga ya, pantai dan pasir putih ini”.

6.27         SH masuk ke rumah RG dan disusul oleh JM yang ikut masuk ke dalam rumah RG dan disediakan kopi oleh seorang pekerja perempuan di rumah tersebut. SH berbincang-bincang dengan Ibunya RG yang sudah tua tapi memilih terus beraktifitas. Ibunya RG bercerita bagaimana ditinggal Suaminya Kepala Negeri Gultom saat anak-anaknya masih kecil. Bagaimana Ibunya RG setiap pagi bertani di sekitar rumah, sebelum anak-anak ke sekolah dan melanjutkan aktifitasnya menggeser batu demi batu agar bisa dipakai menjadi lahan pertanian. 

Tidak lama berselang RG ikut bergabung dan diskusi tentang air Danau Toba yang menyusut dan menghasilkan pantai kecil tempat SH sering berenang dengan Suami RG yaitu, Thomas Heinle (TH), saat SH berkunjung ke Silimalombu. Pertemuan kecil tersebut termasuk membicarakan tentang beko yang dgunakan menggeser batu batu di sebelah lahan Keluarga RG. Menjelang usai diskusi, TH masuk dan berbicara dengan JM tentang keberadaan hewan Lipan di dalam botol aqua yang sudah mati dan diberi minyak. Diskusi berlanjut, oh ya, dimana lokasi tambang batu yang menimbulkan pro-kontra itu? Kamipun pamit.

07:20 – 07:23    JM mengambil foto seorang nelayan yang sedang mengambil jaring (baca: Mardoton dalam bahasa Batak) dari area rumah dan home stay RG.

07:23 – 07:30    SH bersama JM berjalan menuju Lokasi tambang batu. Pada pukul 7.23 SH memotret bangunan baru dari besi (kemungkinan port) di sekitar rumah Kepala Desa. Sepanjang perjalanan, dimana SH didepan dan JM mengikuti di belakangnya sempat menyapa beberapa warga yang kami lewati termasuk Ibu-nya Kepala Desa yang sedang menyapu halaman. Dengan Ibu-nya Kepala Desa kami sempat saling menyapa dan bersalaman serta sempat berbincang-bincang sekilas dan menyampaikan jikalau ingin ke lokasi penambangan batu. Kepada JM, Ibu-nya Kepala Desa tidak melarang, tetapi justru sempat menyampaikan “unang dibege-bege hamu aha na nidok eda si Ratna”. Selanjutnya kami tiba di lokasi Penambangan Batu, dimana lokasi tersebut merupakan lokasi tempat pelantikan Pengurus YPDT dari 7 Kabupaten Kawasan Danau Toba pada tanggal 6 Mei 2015, dan juga merupakan lokasi Penanaman Pohon dan Penaburan bibit ikan antara YPDT dengan Bupati Kabupaten Samosir, Drs. Mangindar Simbolon,ketika itu.

07:30 – 07:35    SH dan JM tiba di lokasi tambang batu (Stone Crusher). Di lokasi Penambangan yang tidak memiliki pintu maupun pagar/pembatas serta rambu-rambu atau penanda apapun tersebut,  kami sempat ngobrol- ngobrol dengan beberapa orang termasuk sopir sopir truk pembawa batu. Sopir yang baru tiba mengatakan “Mobil gak bisa lewat ke arah Tomok, karena ada mobil terpuruk (baca: menghalangi)  di jalan. SH sempat memotret beberapa lokasi tambang batu dan ngobrol dengan Nelayan perempuan yang sedang mardoton di Danau Toba. Lalu SH mengambil tempat sepi untuk buang air kecil yang ada di bagian belakang. JM Mengikuti dari belakang dan JM melihat ke arah Pantai dan memoto seorang Ibu memakai topi yang sedang Mardoton di Danau Toba. Usai buang air kecil, SH yang disusul oleh JM hendak kembali dan bertemu dengan orang yang tinggal di Mess bertingkat dan sempat ngobrol sekilas sebelum kemudian dipanggil oleh seseorang  (yang beberapa waktu setelahnya diketahui sebagai sekuriti) yang mana pakaiannya tidak berbeda dengan teman-teman lainnya. Orang tersebut mengatakan “Lae dijou Tokke”.

07:35 – 07.40    Tidak berpikir lama, SH dan JM kemudian memenuhi permintaan seseorang tersebut sembari menunjukkan keberadaan si Tokke yang dimaksud, yang ternyata sedang bertelpon dengan seseorang yang tidak diketahui oleh SH dan JM. SH dan JM mendekat ke Tokke tersebut (sedang bertelpon) dan memperkenalkan diri. SH memperkenalkan diri “Hutabarat, anak Par Galon di Balige”, JM menyusul memperkenalkan diri: “Marbun”. Sekitar setengah menit sang Tokke masih ber telpon, lalu SH mengajak JM pulang dan mulai melangkah. Beberapa saat kemudian si Tokke memanggil kembali SH dan JM  dan diterima baik oleh si Tokke yang kemudian memperkenalkan diri sebagai Jautir Simbolon (JS). JS sangat menyambut baik kedatangan kami, lalu memesan kopi kepada orang dapur untuk dinikmati oleh SH dan JM sambil berdiskusi.

07:40 – 08:09    Pada saat Berbincang dengan SH dan JM, JS ditemani oleh dua orang. JS memperkenalkan seseorang di sebelah kiri SH sebagai Sekdes Silimalombu dan seorang lagi (duduk di sebelah kanan JS) memperkenalkan diri (lupa namanya). Diskusi sangat antusias dan menarik. Terkait lingkungan JS sempat mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang menutup TPL dan juga menjadi tokoh di balik pemekaran (berdirinya Kabupaten Samosir). Di waktu berbeda, seseorang sempat menyinggung permasalahan Aquafarm. Lalu SH sempat menyela untuk fokus berbicara terkait tambang saja. Kembali ke masalah tambang SH menyampaikan apresiasinya terhadap pembangunan di wilayah setempat dan kemudian menanyakan kepada JS, bahwa apabila tambang ini untuk kebaikan pembangunan, maka seharusnya tidak perlu ada keberatan.

Diantara bincang-bincang tersebut, SH sempat menyela dan bertanya, “apakah momen diskusi tersebut boleh di foto?”. JS mengiyakan, lalu JM mengambil beberapa foto.

Diskusi berlanjut dan SH menanyakan rencana dan batas tambang batu itu. JS menerangkan akan bertingkat tingkat dan totalnya 5,5 ha. Selanjutnya SH menyatakan ke JS, dalam kenyataannya masih ada yang keberatan baik yang diperoleh melalui media sosial maupun masyarakat. SH menanyakan dalam hal apa sebenarnya masyarakat keberatan? JS menjawab “gak ada yang keberatan” dan menjelaskan bahwa mereka sudah dua kali melakukan peresmian terhadap usaha tambang tersebut. Lalu JS mengklarifikasi pertanyaan SH kepada Sekdes yang duduk di sebelah kiri SH. “ate adong na keberatan?”. Lalu Gultom, sang Sekdes mengatakan “…Adong do 2-3 na keberatan”.  SH juga menyampaikan pembicaraan yang mereka lakukan bersama Ibunya RG beberapa waktu sebelumnya Ibunya RG setuju ada tambang batu karena hanya akan mengambil batu 'na mumbang', alias batuan yang ada di darat, namun Ibunya RG tidak menduga akan sebesar sekarang.

Lalu selanjutnya SH menyarankan bahwa jikalau masih ada yang keberatan, maka sebaiknya perlu dibicarakan baik-baik termasuk kepada teman-teman di dunia maya (media sosial) yang komplain dengan kehadiran tambang batu itu? SH menyampaikan salah satu pihak yang keberatan yaitu Togu Simorangkir, Pendiri Sopo Belajar Lontung. SH juga mengungkapkan rasa senangnya bisa ketemu langsung dengan pemilik tambang, sehingga tidak sepihak mendengar pernyataan dari yang keberatan. SH juga mengusulkan bahwa sebaiknya perlu dibuat sajai ‘Partangiangan’ kebaktian atau ibadah yang dilanjutkan dengan diskuasi soal tambang batu ini. “Kalau dibicarakan dengan baik baik seperti inikan enak.” 

Namun JS merasa bahwa semua telah dilakukan termasuk izin dan sosialisasi. SH bertanya lebih lanjut “Apa yang didapat masyarakat dengan kehadiran tambang batu ini?”. Lalu JS menjawab orang-orang sekitar bisa dapat pekerjaan di tambang batu. “Apakah pemilik lahan dapat bagian dari tiap truk?” SH bertanya kembali dan di jawab JS “dapat…!” tetapi JS tidak memberitahu jumlahnya berapa. SH lalu menyarankan alangkah baiknya dibicarakan sedari awal sehingga tidak seperti TPL yang menebang banyak pohon tapi masyarakat tidak dapat bagian. Diskusi agak meninggi saat bicara soal Aquafarm yang mencemari Danau Toba. Diskusi mulai tidak fokus ke pertambangan dan dialihkan kembali berbicara tentang TPL dan Aquafarm.

Tidak beberapa lama, seseorang berdasarkan telpon JS datang ke lokasi tersebut yang diperkenalkan sebagai Tommy Nainggolan (TN).

Walaupun SH sempat menyela untuk fokus dan sempat menyampaikan hendak pamit dan meninggalkan lokasi supaya diskusi tidak tegang, tapi belum sempat beranjak, seseorang di sebelah kanan JS menyampaikan bahwa “terkait aquafarm, sebenarnya bisa hal tersebut ditutup masyarakat, dengan mendudukinya selama 2 hari. Tapi karena masih ada pro-kontra, maka belum ditutup. Jadi tidak perlu LSM menutup tersebut”. Demikian diuraikan oleh seseorang yang duduk di sebelah kanan JS. SH lalu membeberkan tentang kondisi kimia terkini air Danau Toba dan juga pihak-pihak yang seharusnya memiliki andil terhadap penghentian pencemaran air Danau Toba tersebut. Akhirnya daripada perdebatan kian memanas, SH menyampaikan lagi untuk pamit. SH meminta permisi (pamit) karena mengejar waktu jadwal keberangkatan Feri dari Tomok yang akan berangkat pukul 10.00 WIB. Lalu JS mengatakan “lane ma lane.” Sebelum pergi, JM dan diikuti SH menyalami JS dan beberapa orang yang ikut berdiskusi. JM masih sempat mengatakan “mauliate amang” dan kemudian berlalu menyusul SH yang sudah berjalan di depan.

08:09 - 08.15    JS memanggil SH dan JM untuk jangan pergi dulu. Ketika SH dan JM menoleh ke belakang, anak buah JS berlari ke arah SH dan mulai menarik SH. Melihat situasi tersebut, JM berusaha memisahkan dan kemudian tersingkir dari kerumunan orang yang sedang mengerumuni SH. Melihat aksi tersebut SH secara spontan mengatakan rekam..rekam…rekam…tidak berapa lama sejak SH mengatakan tersebut, terdengar suara JS mengatakan “ai ho huida..asing ho..mate nimmu mate..” tapi tangan JS sudah mulai menyerang tidak beraturan. Sesaat kemudian, JS dan sebagian lainnya mulai menyerang JM. JS memukul JM pertama kali dan mengenai pelipis kanan (antara jidat kanan dan mata kanan) dan kemudian Sekdes menahan, namun dengan banyaknya massa (sekitar 5 orang) ada yang mulai menarik-narik kerah bagian depan dan robek, JS kembali memukul bagian mulut, selanjutnya yang lain menyusul memukul dan mengenai antara jidat kiri dan mata kiri. 

JM kemudian terjatuh, kemudian JM berusaha bangun dan sempat melihat celana pendek SH sudah dipeloroti oleh anak buah JS diantara kerumunan massa (sekitar 6 orang atau lebih) dan beberapa saat itu juga JM melihat SH menaikkan kembali celananya. Setelah menyaksikan hal tersebut, JM kemudian berdiri dan sempat mendengar Sekdes yang masih menahan massa diantara kerumunan massa yang mengelilingi JM mengatakan “lao ma ho..lao ma”. Mendengar hal tersebut, JM refleks bangun dan hendak berlari, tetapi dikejar oleh dua orang anak buah JS. Sekitar 20 meter, JM terjatuh dan salah seorang anak buah JS mengambil balok kayu, pada saat hendak memukulkan balok kayu, salah seorang yang turun mengejar justru menahan tindakan tersebut dan JM sempat hanya menatap aksi penahanan tersebut sekitar 10 detik dan dengan sisa tenaga yang ada bangkit kembali, dan berusaha berlari sejauh 30 meter dan kemudian melihat Ibu-nya Kepala Desa berada di halaman yang juga digunakan orang sebagai jalan tersebut. JM berteriak dari jarak sekitar 50-100 meter dari Ibunya Kepala Desa untuk meminta pertolongan jikalau mereka dipukuli dan SH masih berada di lokasi tambang.

Pada bagian lain ketika usai JS memukul JM pertama kali, JS kemudian kembali berlari ke arah SH dan memukul SH, diantara banyak orang mengeroyok celana SM dipelorotkan. Lalu SH menarik kembali celananya ke atas, SH hanya diam karena sadar tidak mungkin melawan secara fisik dengan begitu banyak orang. Sesaat setelah JM berlari meminta pertolongan, SH kemudian dibawa kembali ke tempat pertama kali diskusi dan minum kopi. Ditempat itulah JS dan anggotanya kembali memaki dan memukuli SH. (selengkapnya dibuat kronologi tersendiri dengan TKP ditempat pertama diskusi dan minum kopi)


08.15 – 08.40    Setelah menyampaikan hal tersebut kepada Ibu-nya Kepala Desa, JM menghubungi Ratnauli Gultom (RG) melalui telpon sambil saling menatap dari kejauhan. Di telpon JM meminta bantuan agar RG segera mengirim siapa saja orang yang ada di home stay untuk segera ke lokasi tambang karena SH masih dilokasi tambang dan dipukuli massa. Lalu secepat itu, Thomas Heinle (TH) menghampiri JM dan berlari ke arah lokasi penambangan. JM berusaha menyusul TH yang sudah mulai menyaksikan kerumunan massa dan JM berpapasan dengan Ibunda Kepala Desa yang juga sedang berjalan menuju lokasi tambang yang menyisakan kurang lebih 30 meter dari lokasi kerumunan massa. Diantara massa tersebut menoleh JM dan memanggil JM untuk kembali ke lokasi tersebut. Melihat suasana tidak kondusif, Ibu-nya Kepala Desa menyuruh JM untuk tidak memenuhi panggilan tersebut dan kembali ke Home Stay RG.

JM berbalik dan kembali ke Home Stay RG. Hal tersebut ternyata diikuti oleh sekitar 4-5 orang anak buah JS. Sesampainya di home stay, RG melarang massa untuk masuk area home stay, tetapi kemudian mereka memaksa JM untuk datang kembali ke lokasi dan menyerahkan Handphone milik JM. JM menolak dan meminta massa untuk mengajak massa lainnya ke home stay atau rumah kepala desa yang netral. Massa kembali, dan JM meminta RG untuk segera menghubungi polisi, namun RG menjawab tidak memiliki kontak. Lalu JM meminta RG untuk segera ke lokasi segera agar menyaksikan dan menyelamatkan keberadaan SH.    

08.40 – 08.47    JM menelpon Maruap Siahaan (Ketua Umum Yayasan Pencinta Danau Toba – YPDT) menceritakan sekilas kejadian dan meminta untuk menghubungi Kepolisian. Setelah itu seseorang anak buah JS (yang memegang balok kayu hendak memukul JM) kembali datang ke home stay RG dan minta ke lokasi tambang dan meminta agar Handphone JM diserahkan, jikalau tidak permasalahan tidak akan selesai dan SH akan tetap ditahan di lokasi. JM menyarankan sebaiknya massa dan SH dibawa ke home stay RG atau di tempat kepala desa agar netral.

08:54 – 08.58    JM ditelpon dari nomor SH, tapi tidak diangkat dan JM kembali menelpon SH, tapi SH tidak mengangkat. Tidak lama kemudian SH kembali menelpon JM dan meminta untuk kembali ke lokasi tambang. JM lalu menyarankan SH untuk menyampaikan agar pertemuan di Home Stay RG atau dirumah Kepala Desa agar netral. Setelah itu telpon di tutup.

09:20 – 09:30     Sekdes mendatangi JM ke home stay RG dan meminta JM kembali ke lokasi tambang untuk menyelesaikan permasalahan. Lalu JM mengatakan agar penyelesaiannya di Home Stay RG atau di rumah Kades. Sekdes menjelaskan agar ke lokasi tambang saja supaya selesai permasalahannya dan Sekdes menjamin keamanan.  JM menyetujui dan jalan menuju lokasi tambang. Mendekati rumah Kades, JM menyampaikan kepada Sekdes mau buang air kecil, lalu Sekdes menyarankan untuk ke toilet di rumah Kades. Usai dari kamar mandi dan menuju teras, TH mendatangi Sekdes dan mengajak Sekdes ke lokasi tambang tanpa mengajak JM. Namun baru saja berjalan kira-kira 10 meter dari rumah Kades, massa bersama JS dan SH datang ke Rumah Kades dan berkumpul semua di teras rumah Kades.


= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Kronologi Tersendiri Pada TKP di tempat diskusi dan minum kopi (SH Dipukuli)

08:15 – 08:20    Sepeninggal JM, SH ditarik kembali ke tempat diskusi dan minum kopi mereka sebelumnya. JS dan anggotanya mulai memaki-maki dan memukuli SH. Berkali kali Jautir menyebut siapa dirinya, dan apa kepanjangan namanya. JS meluapkan amarahnya terus dengan sesekali anggotanya memukul, atau menendang. SH hanya bisa diam, sesekali menunduk di meja, atau menyandarkan kepala ke tembok. Mulut SH terasa asin dengan bibir yang mulai luka berdarah. Sebagian menetes di meja, di lantai dan di kaos. Kejadian ini ternyata berlangsung cukup lama.

08:20 – 08:25    Thomas Heinle (suami Ratnauli Gultom) dan Ibunya (orangtua perempuan) Kepala Desa datang. Mereka berusaha melembutkan hati JS. RG datang menyusul ke lokasi penggalian tambang batu sekitar 5 – 10 menit kemudian. JS masih ngotot marah dan tidak mau melepas SH.
                 
08:25 – 08:30    SH minta izin ke toilet untuk buang air kecil. Saat SH pamit ke Toilet, SH mengingat sudah ada TH dan Inang, Ibunya kepala Desa di tempat tersebut. JS berteriak ke anak buahnya “jaga itu jaga itu, nanti dia lari”. Saat di toilet, SH mencoba memotret wajah sendiri yang rasanya sudah banyak luka. Selain buang air kecil, SH juga cuci muka.

08:30 – 09:25    Keluar dari toilet, SH pun berjalan pelan-pelan menuju tempat Tommy Nainggolan (TN), anggota JS yang duduk di sepeda motor. (Tommy Nainggolan mengaku sebagai LSM juga, teman ngobrol dengan SH di meja). Saat itu TN duduk di sepeda motor, teman-temannya berada di arah Danau Toba. Lalu SH berupaya minta maaf, sudah membuat mereka marah. Yang lain diam, tapi TN yang saat diskusi cukup bicara lembut, tiba-tiba turun dari sepeda motor mulai memukul dan menendang, seraya berteriak teriak. SH menunduk dan kembali duduk setelah dipaksa untuk duduk oleh JS dkk, SH sudah berupaya untuk meninggalkan lokasi tambang akan tetapi JS dkk memaksa untuk tetap di tempat, dengan memaksa duduk ditempat sambil memukuli wajah SH.

JS kemudian teriak-teriak meluapkan kemarahannya. JS mengatakan bahwa SH punya tambang batu di Balige. JS juga mengatakan dari dulu orang Balige gak suka orang Samosir maju. Dalam kondisi SH yang masih terluka, JS berteriak lagi dan mendekatkan wajahnya ke SH sambil teriak kuat: “Ini yang lama ditunggu-tunggu. LSM, wartawan, dan yang ribut di internet. Saya yang bernama Jautir Simbolon, yang pernah di penjara.” JS mengajak duel dan SH hanya diam. Lalu “Plak...!!!” Tangan kanan JS mukul dengan kuat ke wajah SH. Darah SH keluar lagi. SH hanya bisa diam duduk dan berdoa dalam hati. SH hanya menjawab pertanyaan seadanya ketika ditanya JS. JS tetap provokasi massa. Anggotanya ada yang berlari lalu menendang dan memukul SH. 

Berkali kali dengan suara lantang JS mengatakan bahwasanya SH mempunyai tambang batu di Balige. Tapi saat JS menanyakan, SH menjawab tidak ada. TH dan teman lainnya hanya bisa melihat kejadian yang menimpa SH. Sepertinya tidak ada yang berani menghalangi JS, kecuali Inang kepala Desa dan RG yang dengan tegas mengajak “sekarang kita mau apa...?”

Dengan teriak JS bilang kalau SH tidak akan dilepas. JS mengatakan: “Panggil temanmu kemari. Mana rekamannya.” JS berkali kali minta SH memanggil JM, agar dapat rekaman foto dari HP JM. SH mencoba menelpon, pertama gak masuk, lalu JM menelpon balik SH sekitar pukul 09.00 WIB. Ditelpon, JM mengatakan tidak akan datang ke lokasi tambang batu dan mengusulkan agar fair di homestay RG atau di rumah Kepala Desa saja.

09:25 – 09:30    SH dan JS dkk bergerak ke rumah Kepala Desa. Disana sudah ada JM.

=====================
Kondisi pada Saat Sudah di Rumah Kepala Desa (SH dan JM serta JS dkk hadir disana)

09:30 – 12:50    (Kondisi rumah Kepala Desa ramai dihadiri massa JS. Dalam setiap pembicaraan JS selalu mendominasi dan menceritakan sisi emosi versinya yang hampir semua sudah dibelokkan. Diantara hadirin ada Max Donal Situmorang (MDS) yang sejak dulu hanya namanya saja dikenal oleh SH sebagai tokoh dari Samosir yang vokal. Sesekali MDS bicara menenangkan suasana, mengupayakan damai. Berkali-kali JS berkata bahwa dia (JS) bertanggung jawab dengan semua perkataannya dan apa resiko dari semua yang dilakukannya. Beberapa orang lain dari arah kerumunan berkata bahwa SH dan JM sudah beruntung bisa keluar dalam kondisi masih hidup.

12:50 – 14:00    Kepala Desa datang pukul 12:50 WIB menggunakan Mobil Hardtop. Kepala Desa memulai pembicaraan dengan tenang, dan mencoba mengenalkan keberadaan SH yang sudah beberapa kali ke Desa Silimalombu dan juga JM, dimana SH dan JM merupakan bagian dari Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT). Lalu saat hendak mempersilahkan kedua belah pihak bergantian berbicara, JS meminta agar diberi kesempatan berbicara terlebih dahulu, menceritakan kronologis versinya yang lagi lagi hanya menyalahkan SH dan JM.

Kepala Desa ikut menyalahkan kami yang masuk tanpa permisi ke lokasi tambang. Berkali kali ada upaya damai yang ditawarkan Kepala Desa tapi harus tuntas dengan ditandatangan di atas meterai oleh kedua belah pihak.

JS berkali-kali pula meminta agar JM mengambil Hpnya dan kemudian memberikan kepada Kepala Desa untuk ditahan. Kalau kemudian Damai, maka HP dikembalikan setelah dihapus, tetapi kalau ingin lanjut lapor ke Polisi, JS mengakui siap, karena sudah pernah dipenjara dan meminta agar HP ditahan oleh Kepala Desa. JS juga mengatakan bahwa beliaulah yang dulunya mengatakan isu ada Bom ketika sidang paripurna DPRD Toba Samosir, ketika itu Samosir belum dimekarkan.

SH sempat menyampaikan permohonan maaf JS dkk apabila perkataannya telah membuat tersinggung JS dkk. Dan SH melanjutkan dengan bertanya: “tetapi apakah perbuatan main hakim sendiri dibenarkan?” lalu dari arah kerumunan ada yang menjawab bahwa itu dibenarkan. Untunglah kalau kalian masih hidup”, demikian dari arah kerumunan mengatakan. SH kemudian melanjutkan “Biarlah kita semua belajar dari peristiwa ini”. Lalu JS dengan nada tinggi berkata “mau dilanjut ke hukum juga oke, mana tau mau sampai jual pom bensin untuk mengurus permasalahan ini”. Soal permintaan menahan HP JM, JM tidak menyetujui kalau HPnya disita karena data pribadi ada disana, tapi kalau hanya ambil foto-foto selama kejadian dan dihapus dihadapan JS dkk, tidak ada masalah.

Selanjutnya berhubung kejadian ini telah diketahui oleh Ketua Umum YPDT, Maruap Siahaan (MS), maka JM dan SH mengatakan tidak mau ambil keputusan sendiri.  Pada kesempatan itu RG menyampaikan pendapat bahwa selain meminta pengakuan dari SH dan JM, ada baiknya untuk menyelesaikan konflik didengarkan juga pengakuan dari JS dkk. Namun pada saat itu, JS tidak menanggapi selain bahwa SH dan JM bersalah.  

Berhubung permasalahan semakin pelik dan tekanan massa JS terus menguat, JM meminta agar berunding dulu antara JM, SH, dan RG. Kepala Desa memberikan kesempatan ketiganya masuk ke dalam rumah Kades dan berdiskusi. Ada upaya damai yang didorong tetapi sepertinya damai dimaksud lebih kepada bentuk intimidasi agar kasus ini selesai dan tidak berlanjut. Selain itu dalam diskusi bertiga dibicarakan juga keberlanjutan masalah SH dan JM dari berbagai aspek. Usai berdiskusi bertiga, JM dan SH meminta RG untuk memanggil Kepala Desa. Lalu RG memanggil Kepala Desa ikut berdiskusi.

Saat berdiskusi berempat, Kepala Desa berkata ya, harus sama-sama meminta maaf dan harus ada pengakuan dari masing-masing pihak termasuk yang melakukan pemukulan. Sebab sebelumnya pihak JS dkk tak pernah keluar kata-kata dan sikap bahwa mereka ikut salah, termasuk mengakui siapa saja yang melakukan pemukulan. Hanya ada satu orang yang ketika itu mengakui telah melakukan pemukulan dengan ciri-ciri badan kurus dan tidak terlalu tinggi. Akhirnya Kepala Desa keluar lagi menemui JS dkk untuk menjelaskan bentuk perdamaian. Sekitar 5 – 10 menit Kepala Desa berbicara dengan JS dkk, Polisi tiba di lokasi dan juga ada dari Babinsa TNI (SH dan JM didalam rumah bersama Ibunya Kepala Desa).

14:00 – 15:00    Setelah Polisi tiba di lokasi dan duduk diantara kerumunan massa, Kepala Desa mencoba menjelaskan versinya bahwa pertemuan sudah hampir selesai dan ‘sepakat damai’ dan kemudian menyerahkan pertemuan di pimpin oleh Polisi. Polisi yang hadir berasal dari Polsek Onan Runggu dipimpin langsung oleh Kapolsek, Kanit Reskrim, dan beberapa orang anggotanya.
Lalu Pihak Polsek Onan Runggu yang dipandu oleh Kanit Reskrim marga Panjaitan berusaha menengahi dan menggali informasi dari kedua belah pihak. Lagi-lagi JS mendapat kesempatan berbicara dan menjelaskan versinya. Setiap SH dan JM diminta bicara hampir selalu juga dipotong agar sesuai versinya, tanpa mau mengakui kesalahan maupun tindakan yang dilakukannya. Upaya damaipun mulai berobah. Dan Kepala Desa mengatakan “kenapa setelah Polisi datang jadi berobah?”
RG mencoba menjelaskan, karena dari pihak JS dkk tidak pernah ada kesadaran bahwa mereka salah dan mengakui tindakannya. 

Kemudian SH mengatakan “apakah ada yang mau mengakui bahwa telah terjadi pemukulan?. Disini ada Bapak Polisi, silahkan dicatat Bapak Polisi, siapa diantara mereka yang telah melakukan pemukulan terhadap saya (SH) dan JM.”

Kanit Reskrim Panjaitan, meminta anak buahnya mencatat, tetapi tidak satupun dari massa mengakui perbuatannya termasuk JS. 

Dan RG yang kemudian bisa menghentikan JS yang selalu mendominasi dan memotong pembicaraan.

Melihat situasi tersebut JM menyampaikan  bahwa sepertinya tidak ada pengakuan, dan apabila pertemuan ini diteruskan tidak akan maksimal dan JM mengakui dalam kondisi seperti ini (baca: tertekan) tidak akan menghasilkan keputusan yang baik bagi semua pihak.  Lalu Kapolsek Onan Runggu meminta waktu berdiskusi sebentar dengan Kanit Reskrim yang memimpin diskusi. Tidak berapa lama, Satu mobil Kepolisian kembali tiba di lokasi dan memperkenalkan diri dari Kepolisian Sektor Simanindo yang dipimpin langsung oleh Kapolseknya dan beberapa orang anggota.

Setelahnya pihak Polisi Sektor Onan Runggu kembali ke kerumunan massa bersama dengan Kapolsek Simanindo. Kanit Reskrim Onan Runggu lalu memutuskan bahwa mempertimbangkan beberapa aspek, maka sebaiknya SH dan JM dibawa ke kantor polisi. Lalu, Polisi meminta SH dan JM masuk ke mobil merah yang mereka bawa. SH duduk di belakang Pak Kanit Reskrim yang mengemudikan mobil, dan JM di belakang Pak Kapolsek Onan Runggu. Sebelum pergi, JS menghampiri Kanit dan mengatakan “Pak Kanit, Handpbone JM supaya disita, berkali kali JS mengatakan jangan lupa….. jangan lupa.”

Setelah jalan, rombongan mampir sejenak di tempat RG untuk mengemasi barang, dan sempat mengisi perut yang sejak pagi tidak masuk apapun, SH makan buah pepaya dan minum  sedangkan JM sempat makan sedikit. Selanjutnya bersama petugas Kepolisian, JM dan SH berangkat ke Polres Samosir dan mobil yang digunakan JM dan SH sebelumnya dibawa oleh anggota polisi lainnya.  Diperjalanan SH dan JM beberapa kali buang air kecil, dan SH meminta JM untuk memotret SH dalam kondisi baju berdarah.

18:00 – 19:00     Tiba di Polres Samosir, berbincang-bincang dengan petugas piket, dan JM kembali memotret kondisi SH dan juga baju yang bernoda darah.

19:00 – 19:50    Visum di RSU Pangururan. Dalam pemeriksaan SH di visum, dan dokter mengatakan bahwa ada luka satu di bibir kanan atas 1 cm x 1 mm. (esok harinya atau rabu, SH mencoba cek ternyata ada tiga titik yang luka). Di sisi lain, saat JM di periksa, Dokter menerangkan kepada asistennya yang sekaligus mencatat bahwa kondisi JM: Pelipis kanan antara mata kanan dan dahi kanan bengkak, mata kiri bermerah, bibir bagian bawah satu memar (biru kehitaman) dan satu lagi pecah, bibir bagian atas memar dan pecah, tulang bahu kiri bengkak dan ngilu, di bawah mata jempol bagian kiri bawah dan kanan bawah terluka. JM hanya mengingat beberapa ukuran bengkak atau memar sebagaimana disampaikan oleh dokter.

19:50 – 20:00     Perjalanan pulang dari RSU Pangururan ke Polres Samosir

20:00 – 23:15     SH membuat Laporan Polisi (LP) mewakili kedua korban, sebagaimana saran petugas dan pada saat yang bersamaan JM langsung di BAP sebagai saksi korban oleh Bripda (Pol) Roden Turnip di salah satu ruangan di bagian dalam selama 3 jam dengan 3 kali koreksi terhadap BAP. SH menyelesaikan LP sekitar 1 jam dan berlanjut ke BAP sebagai saksi korban.

21:00 – 23:45    SH di BAP Bapak Polisi Aritonang.

22:00        Pada saat BAP, Tety Naibaho (TN), wartawan online Pos Metro menghubungi SH melalui telpon, menanyakan kebenaran berita pemukulan. TN langsung minta diijinkan datang bertemu di Kantor Polisi. Setelah tiba, saat di BAP, TN mengambil foto dan itulah foto pertama kejadian di kantor polisi di unggah ke Media Sosial. Teman teman yang mengenal SH dalam berita tersebut langsung banyak memberi komentar. Selanjutnya SH khawatir, kalau istri nanti mendengar dari orang lain, maka SH memberitahu keadaannya kepada istri dan meminta menopang dalam Doa. Saat itu BAP masih berlangsung.

23:15 – 23:45    Seusai di BAP, JM mendatangi ruangan SH di BAP, di tempat tersebut JM berkenalan dengan TN dan juga salah satu wartawan lainnya Abidan Simbolon (AS) dari media online hetanews. Sambil menunggu SH selesai di BAP, TN mewawancarai JM kejadian yang telah dialami.

23:45 – 00:15    Pukul 23:45, SH selesai di BAP, kepolisian lalu berkoordinasi untuk mengawal JM dan SH keluar dari Pulo Samosir

00:15 – 01:15    (Hari Rabu, 16 Agustus 2017), SH dan JM keluar dari pulo Samosir dan di kawal sampai keluar dari Tele. Sekitar 15 menit kami keluar dari kantor Polisi, di Jalan SH membaca berita yang ditulis oleh TN di media online Pos Metro dan kemudian menjadi viral, banyak sekali dibagikan lewat media sosial.

03:30         Kami tiba di Balige, Kabupaten Tobasa.
Pada pagi hari Rabu sampai malam, SH dan JM menerima begitu banyak telepon dari keluarga, teman dan terutama wartawan.
Previous Post Next Post

Contact Form